Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 Tahun 2016 tentang pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai aturan teknis dari UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dinilai Indonesia Property Watch masih belum sepenuhnya memberikan kemudahan bagi para pengembang MBR.
Di satu sisi Indonesia Property Watch mengapresiasi keluarnya PP tersebut meskipun telah lama ditunggu sejak UU No. 1/2011 dikeluarkan. Sebanyak 60 perizinan untuk pembangunan rumah MBR melalui PP ini dipangkas menjadi 22 izin. Namun di sisi lain, Indonesia Property Watch menyoal masalah ketentuan bahwa pengembang MBR harus juga dilengkapi pengembang MBR. Dalam pasal 17 disebutkan Badan Hukum mengajukan penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk seluruh atau sebagian Rumah MBR, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan MBR yang berbentuk bangunan gedung sesuai dengan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung kepada PTSP.
“Hal ini saya rasa terlalu mengada-ada dan membuat birokrasi malah bertambah panjang di saat kita sedang ingin memangkas birokrasi. Rumah MBR tidak seharusnya mempunyai SLF seperti bangunan bertingkat lainnya. Harusnya bisa lebih sederhana tanpa mengurangi kualitas bangunan yang ada,” kritik Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch.
SLF biasanya digunakan untuk bangunan tinggi karena banyak unsur terkait disana, berbeda dengan rumah MBR yang tidak perlu sampai SLF. “Selain itu juga dengan pengajuan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di daerah, maka pintu biaya-biaya siluman berpotensi untuk tumbuh lagi. Dan yang penting lagi banyak perangkat pemda yang belum sepenuhnya memahami aturan ini,” lanjut Ali.
Karenya pemerintah pusat harus dapat memastikan ketersediaan sumber daya manusia di daerah dengan melakukan sosialisasi mengenai hal ini. Banyak pemda saat ini masih belum sepenuhnya menempatkan perumahan MBR sebagai sektor prioritas yang sebenarnya dapat meningkatkan pendapatan investasi daerah.
Indonesia Property Watch menyayangkan banyaknya aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lainnya. Seharusnya pemerintah dapat lebih tanggap mengenai hal ini jangan sampai aturan yang ada malah memberatkan para pengembang MBR.
Indonesia Property Watch