Siklus pasar properti yang diharapkan akan bangkit ternyata masih harus menelan pil pahit karena harus dihantam dengan berbagai hambatan baik langsung maupun tidak langsung. Selain kondisi perang dagang yang belum usai, wabah virus Corona menjadi faktor yang membuat ekonomi dunia terganggu, yang pastinya akan juga mengganggusektor properti di tanah air. Hantaman berat terjadi di sektor pariwisata dengan penurunan wisatawan yang menyebabkan penurunan drastis tingkat hunian hotel. Rencana pemerintah untuk menggairahkan pasar dengan turunnya harga tiket pesawat, bahkan dengan anggaran bagi influencer tidak membuat pasar merespon positif.
baca juga :
BAGAIMANA MELEJITKAN PENJUALAN PROPERTI MENGGUNAKAN FACEBOOK, INSTAGRAM, WHATSAPP DAN GOOGLE ADS ?
Perkembangan perdagangan pasar komoditi dan tambang yang sudah mulai naik di awal 2020 pun terhantam isu global termasuk yang paling akhir yaitu wabah virus Corona. Hal ini lebih dikarenakan sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat permintaan dunia yang juga menurun. Ketergantungan dengan luar negeri membuat ekonomi nasional menjadi terpengaruh ketika terjadi guncangan global. Hal ini membuat pasar properti pun pasti terkena imbasnya dan dilanda kekhawatiran karena akan memberikan multiflier effect yang negatif ke sektor-sektor usaha lainnya.
Di tengah kekhawatiran para pelaku usaha terhadap perlambatan ekonomi dunia, Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch memberikan pandangan perkuatan ekonomi nasional dengan peningkatan ekonomi lokal. Salah satu yang dapat memberikan stimulus pasar yang besar bagi ekonomi lokal adalah sektor properti. Seperti diketahui bahwa bisnis properti dapat menggerakan paling tidak 174 industri terkait sampai dengan industri segmen UMKM. Dengan demikian maka industri-industri lokal dapat bergerak untuk menopang perekonomian nasional.
“Pasar properti Indonesia saat ini masih didominasi pasar lokal. Dengan fundamental ekonomi saat ini yang relatif masih terjaga harusnya pemerintah dapat gerak cepat untuk menggenjot bisnis properti lebih tinggi untuk dapat menggerakan sektor riil. Untuk meredam kondisi global yang tidak menentu dan hanya tergantungan dengan pihak luar, maka sebaiknya pemerintah perlu mempertimbangkan dengan serius stimulus untuk bisnis properti. Properti bisa menjadi lokomotif untuk penyelamat ekonomi nasional,” tegas Ali.
Hal senada disuarakan Asmat Amit, sebagai Tokoh Pengembang Perumahan Subsidi yang menilai pemerintah harus lebih serius untuk dapat memberikan perhatian lebih pada perumahan. Tingkat permintaan yang tinggi tidak akan terserap tanpa anggaran perumahan dari pemerintah yang masih jauh dari cukup. “Seharusnya pemerintah dapat mengalokasikan anggaran lebih untuk sektor perumahan khususnya perumahan subsidi karena ini yang permintaannya sangat besar. Bahkan anggaran infrastruktur harusnya dapat ditahan dulu dan sebagian dialihkan untuk sektor perumahan,” jelas Asmat.
Meskipun anggaran perumahan naik menjadi dari Rp 9 triliun menjadi Rp 11 triliun pada tahun 2020 untuk memfasilitasi 102.500 unit. Namun menurut Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida saat ini hanya tersisa kuota 86 ribu unit. Angka tersebut diyakini akan habis April 2020. Pemerintah pun mengeluarkan anggaran tambahan sebesar Rp 1,5 triliun. Namun angka itu diyakini belum cukup juga untuk dapat menyerap tingkat permintaan yang tinggi. Bahkan Ali Tranghanda memerkirakan dengan tingkat backlog perumahan yang tinggi setiap tahunnya, paling tidak harus tersedia anggaran Rp 30 triliun setiap tahunnya untuk perumahan sederhana.
Dengan keterbatasan anggaran, pemerintah harus bertindak cepat untuk dapat segera memberikan jalan keluar agar bisnis properti dan perumahan dapat bergerak sehingga dapat menjadi penyelamat bagi perekonomian nasional karena akan sangat luas multiplier effect-nya untuk menggerakan sektor riil. (Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch)