...

SECONDARY MARKET OUTLOOK 2021, SETAHUN KE DEPAN MASIH BUYER’S MARKET!

Kelesuan bisnis properti sekian tahun belakangan bukan hanya menyulitkan pemasaran (market) properti baru ( tapi juga properti seken (secondary). Penjualan dan harga primary), pasar (market) properti seken juga terkoreksi akibat resesi karena berbagai sebab seperti pandemi.

Baca juga, Cicilsewa dan CIMB Niaga Syariah Hadirkan Program Sewa X-Tra dengan DP 0%

Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) mencatat sejauh ini telah
terjadi koreksi harga properti subsektor residensial di pasar (market) sekunder mencapai 20-30%. Kepada Majalah Property and the City, Ketua Umum AREBI Lukas Bong menyebut, penurunan harga tersebut juga diperparah oleh situasi pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia. “Properti sekunder terkoreksi mulai 20 sampai 30 persenan. Ada yang lebih tinggi, tapi jarang sekali, tergantung pada kebutuhan si penjual (pemilik properti),” katanya pada medio Februari lalu.

Menurutnya, koreksi harga properti bekas tidak memiliki acuan. Namun,
dalam kondisi tertentu, koreksi harga lumrah terjadi berkali-kali dalam satu waktu. “Misal, orang jual rumah sudah tiga bulan belum laku, umumnya pemilik akan menurunkan harganya sampai ada peminat,”
terangnya.

Direktur Ray White Indonesia, Erwin Karya, dalam wawancaranya melalui sambungan seluler, Rabu (10/2/2021), membenarkan, bahwa memang betul terjadi penurunan permintaan (demand) dan harga properti bekas di sepanjang tahun lalu. Ray White Indonesia mencatat tren permintaan properti seken menurun 17 – 20% sejak Maret 2020.

“Mulai terjadinya penurunan penjualan sejak Maret ke April 2020, itu parah sekali. Saat itu kebanyakan orang diliputi perasaan gamang dan
tidak pasti. Orang menjadi lebih berhati-hati. Namun masuk bulan Juni
ada indikasi baik karena situasi mulai kalem. Hingga akhir tahun 2020 pasar mulai kencang kembali. Mungkin orang sudah terbiasa dengan new normal dan life is must go on,” tutur Erwin.

Sumbangsih penyerapan properti seken masih ramai oleh investor yang mencari properti murah dengan harga ‘butuh uang’. “Mereka cukup aktif mencari di pasar. Harapannya ada yang jual butuh supaya saat kondisi stabil nanti investor dapat gain bagus. Akan tetapi investor tetap selektif membeli. Kondisi investor yang mulai mencari itu justru bagus karena mendorong pasar,” jelas Erwin.

Tidak Ada “Harga Covid-19”

Suka tidak suka, melesunya pasar properti seken di era pandemi Covid-19 saat ini berdampak pada banyak pemilik yang mau melepas propertinya, tapi yang berminat membeli sangat berkurang. Meski suplai sedang tinggi-tingginya, namun di sejumlah kawasan justru harga properti seken tidak jatuh bila pemilik tetap menahan propertinya hingga pasar membaik. Kita bisa berkaca pada Menteng dan Kebayoran Baru, dua kawasan hunian paling elit di Jakarta atau bahkan Indonesia yang banyak dihuni orang-orang super kaya atau kalangan high end dengan dana tak terbatas. Tidak berlaku lagi jargon ‘pembeli adalah raja’ jika ada pembeli yang mencari rumah di dua kawasan itu. “Artinya, transaksi untuk segmen rumah ini secara umum tidak terpengaruh situasi ekonomi, bahkan pandemi. Penawaran dan permintaannya selalu ada kendati sangat susah untuk ditawar,” kata Erwin.

Menurutnya, pasar rumah seken premium agak unik. Pemiliknya selalu menawarkan rumahnya dengan harga sangat tinggi (asking price) sesuai taksiran harga pasar saat itu. Yang beli umumnya pengusaha yang ingin naik kelas dan rata-rata untuk dihuni sendiri. Investor yang mengincar juga ada. Mereka suka menawar serendah mungkin, terlebih rumah-rumah premium seharga ratusan miliar itu umumnya dibeli secara tunai atau tunai bertahap paling lama satu tahun. “Kebayoran Baru itu tidak ada harga Covid-19. Owner-nya seperti gak butuh duit. Mereka tabungannya banyak karena bisnisnya sudah besar dan sudah diversifikasi, jadi ketika ekonomi sedang sulit tinggal switch ke bisnis lainnya dengan bermodalkan networking. Karena itu banyak dari mereka yang tidak mau menurunkan harga propertinya,” paparnya.

Prinsipal Ray White Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Firman Santoso, yang menggarap pasar rumah premium, menambahkan, Kebayoran Baru dan Menteng yang sudah dari sananya menjadi kawasan elit tidak terpengaruh. Yang paling premium adalah rumah di jalan-jalan yang paling dekat dengan pusat bisnis Jalan Thamrin dan Jenderal Sudirman. Contoh listing rumah seken premium di Jalan Erlangga, tipe terkecil tanah 300 m2, bangunan tua dibanderol Rp20 miliar. “Mereka menjual bukan karena butuh uang, tapi bisa jadi mau bagi-bagi ke ahli waris, memang sudah direncanakan jauh-jauh hari,” imbuhnya.

Meski demikian, Firman menyarankan pembeli tetap menawar harga dari asking price yang disodorkan pemilik. “Sebenarnya ditawar bisa, asal jangan tanya harga Covid-19 karena itu gak ada. Tipe marketnya beda dengan Pondok Indah yang rata-rata masih pengusaha aktif, dimana mungkin tahun 2019-2020 yang slowly down bukan hanya di bisnis properti saja tapi industri lain juga terdampak, sehingga mereka membutuhkan relokasi dana untuk bisnisnya. Kalau Kebayoran Baru lebih anteng karena kelas konglomerat, perusahaannya gak cuma satu,” ungkap Firman.

Obral Murah

Menjual rumah bekas secara mendesak di saat tidak ada Covid-19 saja tak mudah, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini. Erwin mengatakan, penawaran untuk menjual meningkat dalam beberapa bulan terakhir, akan tetapi permintaannya tidak sebanding. “Jual rumah di masa pandemi gak ada risiko. Hanya saja harganya turun dari pasar. Koreksi penurunan harga bisa 20-50 persen kira-kira,” jelasnya.

Jelas penurunan ini disebabkan berbagai hal selain pandemi, antara lain harga yang terlalu tinggi di atas nilai pasar saat ditawarkan dulu, banyaknya suplai, hingga kesulitan menjualnya lagi karena pada saat
yang sama banyak produk yang ingin dilepas pemiliknya. “Sekitar 3-4
tahun terakhir suplai lebih besar dari demand. Demand tetap ada, dalam krisis pun demand selalu ada hanya saja suplai nya terlalu banyak. Tahun ini akan begitu juga. Walaupun ekonomi mulai membaik, tapi orang yang terlanjur terdampak di tahun lalu memang bisa langsung ‘sembuh’? Dampak itu akan terasa di tahun ini, laju non performing loan (NPL) bank-bank besar terus meningkat, pailit meningkat. Banyak hotel bangkrut sebagai imbas Corona. Dari level perorangan, keluarga sampai perusahaan mikro menengah masih akan merasakan terdampak di tahun ini. Karena itu, saya melihat buyer’s market di sektor properti akan berlanjut di tahun ini,” ungkap Erwin.

Kondisi terdesak lalu menjual asset sudah terjadi di sepanjang tahun lalu. Bahkan tidak sedikit pemilik yang menjual propertinya di bawah harga pasaran. “Bahkan ada yang menjual di bawah harga NJOP (nilai jual objek pajak),” akunya. Ia mencontohkan, sebuah hotel di Jakarta pada Oktober tahun lalu dilepas Rp80 miliar, turun 20% dari harga pasaran yang disodorkan senilai Rp110 miliar. Belum lama ini ia juga memasarkan rumah menengah atas di bilangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, seharga Rp6,5 miliar. “Si owner buka harga segitu, harga NJOP nya Rp5,3 miliar tetapi transaksinya di angka Rp4,5 miliar. Di bawah NJOP banget kan? karena segmen menengah atas yang belum terlalu mature sedang butuh-butuhnya tambahan dana untuk usahanya,” jelasnya.

Tidak hanya hunian dan hotel, segmen gudang juga mengalami hal serupa. Erwin menyampaikan, tim nya baru-baru ini diminta menjual sebuah udang seluas 6.000 m2 di Bogor, Jawa Barat. Harga pasarnya dibanderol Rp14,5 miliar, namun laku terjual Rp12 miliar. “Bagi yang punya duit, kalau mau beli properti ya sekarang. Di samping listing-nya banyak, harganya juga terjun bebas,” pungkas Erwin.

Akan Melonjak

Sementara itu, Kepala Pasar Modal Global Colliers International Tony Horrell dalam laporan Global Capital Market 2021 Investor Outlook, Januari lalu mengatakan, tahun 2021 diperkirakan investasi global akan melonjak tajam hingga mencapai 50%. Meskipun hambatan pada industri properti yang terjadi selama ini masih tetap berlangsung, namun lonjakan investasi di sektor ini masih akan banyak diminati di tahun ini. “Seiring dengan telah ditemukannya vaksin dan adanya stimulus yang diberikan pemerintah. Investor juga akan mengeksplorasi semua jenis asetnya, jadi pergerakan kurva investasi properti akan terlihat di 2021,” ujar Tony.

Lina Cioko, Prinsipal Xavier Marks Tjandra, salah satu kantor broker properti seken di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, permintaan dan
penawaran rumah seken di Surabaya cukup gencar di awal tahun ini. “Yang jual kebanyakan investor, yang cari kebanyakan end user,” katanya
kepada Property and the City melalui telepon, Sabtu (6/2/2021). Ada yang menjual karena butuh uang, ada juga yang memang sudah waktunya menjual propertinya. “Tapi mereka gak mau banting harga. Kalau gak sesuai, gak akan dijual. Surabaya unik, kelas atasnya sudah terbentuk, buying power nya tetap ada di kondisi seperti saat ini,” kata Lina.

Lina memprediksi tahun ini pasar (market) properti seken mulai menunjukkan pergerakan positif. “Daya beli masih ada. Tetapi agen broker harus extraordinary lagi karena sebetulnya penurunan daya beli bukan karena tidak ada uang, tapi disebabkan psikologi pembeli saja yang terlalu waswas. Maka itu strategi marketing harus lebih persuasif, arahnya juga harus digital information. Semester II-2021 ini semoga mulai mengarah ke pemulihan,” tutupnya.● [Andrian Saputri]