PROPERTI MASIH KELELAHAN, TAPI . . .
Kondisi pasar properti saat ini yang tengah lesu, diibaratkan seperti orang yang telah berlari sprint, kelelahan, dan membutuhkan istirahat.
Kondisi pasar properti saat ini yang tengah lesu, diibaratkan seperti orang yang telah berlari sprint, kelelahan, dan membutuhkan istirahat. Pasar properti yang telah mengalami peningkatan penjualan disertai juga dengan peningkatan harga jual yang signifikan, pada akhirnya juga telah mencapai momentum kejenuhan. Harga jual yang terjadi di pasar lebih dikarenakan aksi pengembang dalam menggoreng harga jual itu sendiri. Saat ini beberapa lokasi yang telah memasuki titik jenuh dengan indikasi over value mulai terjadi koreksi harga meskipun hanya turun 3%-5%. Koreksi yang terjadi tidak mencerminkan harga pasaran yang jatuh melainkan karena konsumen membeli di harga yang sudah tinggi di atas harga pasaran sehingga harga tersebut sebenarnya tidak mencerminkan harga pasar riil. Seperti yang telah diprediksi sebelumnya oleh Indonesia Property Watch bahwa pasar properti akan mencapai puncaknya di tahun 2013 dan mulai melambat sampai tahun 2015 yang merupakan titik terendah pasar properti.
Kelelahan pasar sebenarnya telah beranjak naik sedikit dengan peningkatan penjualan pasar perumahan khususnya di Jabodebek-Banten yang terjadi pada triwulan I/2015 dengan pertumbuhan 13,4% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun hal ini ternyata belum membentuk tren pasar secara berkesinambungan dimana tercatat terjadi penurunan lagi di triwulan II/2015 sebesar -21,8% (qtq). Analisis yang dilakukan penurunan malah terjadi di segmen menengah bawah yang berbanding terbalik dengan yang terjadi di triwulan I/2015, dimana saat itu segmen menengah bawah naik signifikan. Beberapa hal yang menyebabkan penurunan ini dilansir lebih dikarenakan dampak musiman Hari Raya Idul Fitri yang juga bertepatan dengan masa liburan dan kenaikan sekolah sehingga daya beli masyarakat agak tertahan. Karenanya penurunan ini tidak dapat dilihat mentah-mentah sebagai tren penurunan.
Dengan kondisi properti di titik terendah ini seharusnya menjadi sinyal bagi para pengembang untuk melakukan konsolidasi internal yang sangat erat kaitannya dengan pasar sasaran yang akan dituju. Telah jelas terlihat bahwa saat ini para pengembang terlalu asik bermain di segmen atas dan sedikit melupakan fakta bahwa pasar menengah bawah merupakan pasar yang gemuk. Karenanya hanya pengembang yang dapat membaca pasar yang akan dapat bertahan.
Isu lain mengenai properti misalnya perpajakan dan dibukanya kepemilikan asing diperkirakan tidak akan memberikan dampak signifikan, karena faktor tersebut akan sensitif
terhadap properti segmen atas yang dipercaya hanya berkontribusi sangat kecil dibandingkan segmen gemuk di menengah sampai bawah.
Pergerakan pasar perumahan nasional terlihat digiring ke segmen menengah sampai bawah dengan difokuskannya pembangunan rumah rakyat melalui program sejuta rumah dengan bermacam insentif. Meskipun demikian masalah pelonggaran LTV masih menyisakan permasalahan yang membebani khususnya KPR Inden.
Di sisi lain kondisi ini juga berbarengan dengan fakta mengenai kondisi perekonomian yang belum pulih sampai saat ini setelah mata uang USD yang perkasa membuat tekanan pada kurs-kurs mata uang lainnya. Dengan berpikir positif, kondisi perekonomian Indonesia saat ini bukanlah sedang kelelahan setelah berlari, melainkan merupakan kondisi menuju sebuah fase yang lebih baik ibarat orang yang sedang membuka usaha baru yang membutuhkan modal besar dan pengeluaran investasi sebelum bisnis dapat berjalan baik.
Mengapa ibarat membuka usaha baru? Coba kita lihat peningkatan proyek pembangunan infratruktur yang digenjot termasuk kawasan-kawasan industri dibandingkan dengan apa yang dilakukan pemerintah 5 tahun sebelumnya, sangat signifikan. Pembangunan infrastruktur dan kawasan industri akan memberikan stimulus untuk peningkatan ekonomi masa depan dan merupakan modal dasar yang harus dikeluarkan dan tentunya membutuhkan waktu sampai nantinya menghasilkan.
Karenanya kondisi dan fakta yang ada saat ini tidak lah mencerminkan kejatuhan pasar properti melainkan sedang membentuk sebuah pondasi fundamental ke arah yang lebih baik. Kondisi pasar properti di titik terendah merupakan sebuah peluang yang besar bagi para stake holder properti karena tidak lama lagi akan segera memasuki sebuah fase baru siklus percepatan yang diperkirakan akan terjadi di akhir 2015 atau di awal tahun 2016. Meskipun belum akan terjadi peningkatan signifikan, namun seharusnya arah percepatan sudah dapat dilihat nanti. Dan properti akan kembali pada track-nya setelah berakhirnya masa istirahat. Investor yang jeli akan dapat melihat peluang ditengah kelelahan ini, bagaimana dengan Anda?.(JKT,8/9/2015)