Permata Mutiara Maja, rumah bagi MBR yang dibangun di kawasan berkembang, Maja, Tangerang. // Foto: Pio
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) – masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh Rumah. PP yang ditandatangani pada 29 Desember 2016 tersebut lahir atas pertimbangan untuk percepatan penyediaan rumah bagi MBR sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Beberapa poin ketentuan yang tertuang dalam PP tersebut, yakni pembangunan perumahan MBR dilakukan untuk luas lahan tidak lebih dari 5 hektare dan paling kurang 0,5 hektare serta berada dalam satu lokasi yang diperuntukkan bagi pembangunan rumah tapak. Adapun lokasi pembangunan perumahan MBR sebagaimana dimaksud telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
“Pembangunan perumahan MBR sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri,” bunyi Pasal 3 PP ini, sebagaimana dikutip dari laman setkab.go.id, Jumat, (6/1/2017).
Menurut PP ini, guna membangun perumahan MBR, perusahaan atau pengembang yang akan melaksanakannya harus menyusun proposal yang ditujukkan kepada bupati/walikota melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu).
Dalam proposal tersebut harus memuat paling sedikit beberapa hal dimaksud, antaralain (a) perencanaan dan perancangan rumah MBR; (b) perencanaan dan perancangan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan MBR; (c) perolehan tanah; dan (d) pemenuhan perizinan.
Proposal tersebut juga dilengkapi setidaknya dua lampiran, yaitu (a) sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah lainnya; dan (b) bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan tahun terakhir.
“Dalam rangka pelaksanaan PTSP, bupati/walikota wajib mendelegasikan wewenang pemberian peizinan dan nonperizinan terkait dengan pembangunan Perumahan MBR kepada PTSP kabupaten/kota,” bunyi Pasal 8 PP ini.
Selain itu juga ditegaskan bahwa dalam hal badan hukum tidak menyediakan lahan pemakaman di lokasi perumahan MBR, maka badan hukum dapat: (a) menyediakan lokasi pemakaman yang terpisah dari lokasi perumahan MBR seluas 2% (dua persen) dari luas lahan perumahan MBR yang direncanakan; atau (b) menyediakan dana untuk lahan pemakaman pada lokasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sebesar 2% (dua persen) dari nilai perolehan lahan perumahan MBR yang direncanakan.
Pelaksanaan konstruksi perumahan MBR berupa rumah MBR, prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan MBR yang berbentuk bangunan gedung, menurut PP ini, dilaksanakan berdasarkan dokumen rencana teknis yang telah disetujui dan disahkan oleh PTSP.
Selanjutnya, pemerintah daerah melakukan pengawasan konstruksi rumah MBR, prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan MBR yang berbentuk bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi bangunan gedung.
Dalam rangka pemanfaatan rumah MBR, prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan MBR yang berbentuk bangunan gedung, menurut PP ini, Badan Hukum mengajukan penerbitan sertifikat laik fungsi untuk seluruh atau sebagian rumah MBR, prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan MBR yang berbentuk bangunan gedung sesuai dengan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung kepada PTSP.
“Sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud berlaku selama 20 tahun untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret, serta berlaku 5 tahun untuk bangunan gedung lainnya,” bunyi Pasal 17 ayat (2).
Menurut PP ini, dalam hal rumah MBR telah dijual kepada masyarakat, badan hukum mengajukan kepada kantor pertanahan untuk pemecahan sertilikat hak guna bangunan dan peralihan hak dari Badan Hukum kepada masyarakat. Pengajuan pemecahan sertifikat dan peralihan hak sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilampiri dengan akta jual beli dari pejabat pembuat akta tanah.
Selanjutnya, kantor pertanahan melakukan penyelesaian penerbitan sertifikat sebagaimana dimaksud paling lama empat hari sejak pengajuan diterima secara lengkap dan benar oleh kantor pertanahan.
PP ini juga menegaskan, dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan perumahan MBR, dibentuk tim koordinasi percepatan pembangunan perumahan MBR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Badan hukum yang telah mengajukan proses pembangunan perumahan MBR sebelum PP ini diundangkan, dapat diteruskan dan diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini.
Sedangkan perizinan dan dokumen yang telah ada dalam rangka pembangunan perumahan MBR sebagaimana dimaksud tetap berlaku dan dapat digunakan untuk proses tahapan selanjutnya. [pio]