Melihat perkembangan politik dewasa ini sebagai bagian dari konstelasi politik menyambut 2024, secara umum kita tahu, sedikit banyak akan memengaruhi perkembangan bisnis, termasuk didalamnya bisnis properti. Meskipun mungkin laju pertumbuhan ekonomi terus akan tumbuh namun sektor riil sedikit mengalami gangguan termasuk bisnis properti. Dalam beberapa kali siklus pasar properti diperlihatkan adanya keterkaitan politik dengan perkembangan pasar properti di tanah air. Ada saatnya pasar properti akan berjalan melambat bahkan cenderung stagnan ketika memasuki tahun politik. Namun kembali melonjak saat pesta politik lewat. Hal yang tidak bisa dihindari, namun bukan berarti tidak dapat diantisipasi. Mungkin banyak yang berpikir kondisi ini dapat diterobos begitu saja dengan menganggap perkembangan politik ‘tidak ada’. Tapi menurut saya lebih baik “Jangan”. Apa arti kata “Jangan” disini?
baca juga, Pertama di Indonesia, The Range @Damai Indah Golf Hadir Sebagai Kawasan Golftainment
Artinya jangan memaksakan sebuah produk diluncurkan disaat tahun politik yang semakin hari semakin panas. Daya beli pasar konsumen mungkin masih cukup tinggi, namun daya beli saja tidak cukup untuk membeli properti, butuh minat untuk merealisasikan pembelian properti. Karena properti bukan kebutuhan sehari-hari yang dapat dibeli kapan saja. Saat tahun politik umumnya pasar konsumen akan ‘dibuat sibuk’ oleh berita-berita politik yang menguras energi dan pemikiran. Tanpa disadari kita akan terseret ke dalam kondisi tersebut. Termasuk kita juga sebagai konsumen.
Seperti yang telah diperkirakan oleh Indonesia Property Watch, keriuhan tahun politik bahkan telah dimulai pada semester kedua tahun 2022. Namun kita tidak sedang membahas politik. Yang kita harus tahu adalah bagaimana mengantisipasi dampak-dampak yang kurang diinginkan yang dapat merusak bisnis properti. Melihat tahun politik yang semakin dekat, paling tidak proyek-proyek yang akan diluncurkan, mempunyai waktu sampai triwulan 1 tahun 2023. Para pengembang harus ‘ngebut’ sementara pasar belum terlalu riuh politik. Setelah itu akan lebih baik para pelaku pengembang untuk melakukan konsolidasi, evaluasi, perencanaan dan studi proyek mempersiapkan proyek lebih matang di tahun 2024.
Dalam bisnis properti yang sering dilupakan orang adalah “Jangan Melawan Pasar ”. Mengapa demikian? Karena apapun yang dibuat oleh pengembang, bila tidak disukai oleh pasar atau tidak diterima pasar maka apapun upaya pengembang sangat besar, tidak akan direspon oleh pasar dengan baik. Bukan berarti kita tidak bisa kreatif atau inovasi. Namun apapun itu ujung-ujungnya pasar konsumen yang menentukan.
Berbicara mengenai pasar konsumen saat ini tidak terlepas dari digital marketing. Hampir semua pengembang melakukan pemasaran di media digital. Namun perlu diantisipasi menjelang tahun politik, kita akan melihat bagaimana di hampir semua media sosial dipenuhi dengan berita-berita berbau politik. Para buzzer politik akan memainkan aksinya melalui platform ini. Trafik dan konten digital berbau politik mungkin akan naik berpuluh-puluh lipat. Apakah menganggu? Pastinya hal ini akan ‘menghilangkan’ berita-berita properti yang ada di media sosial tersebut. Tanpa disadari pasar konsumen akan tertarik untuk nimbrung dalam politik praktis seperti itu dibandingkan dengan melihat berita-berita diskon produk properti. Pemilihan media sosial, konten, dan waktu menjadi pilihan yang harus dipilih dengan risiko serendah-rendahnya, agar tidak menghabiskan biaya yang tidak perlu.
Akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang akan terjadi terkait konstelasi politik di Indonesia kita harapkan dapat berjalan aman dan lancar. Namun untuk bisnis properti harus kita antisipasi dengan lebih bijaksana karena diperkirakan cenderung akan melambat. Karena lazim dalam dunia bisnis, ada waktunya kita menyerah, ada waktunya kita bertahan, namun bukan berarti menyerah.