Indonesia Property Watch mengharapkan pemerintah dan perbankan segera melakukan evaluasi terkait program sejuta rumah yang mengalami kemunduran. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Indonesia Property Watch, rendahnya penyaluran rumah subsidi FLPP bukanlah semata-mata menurunnya daya beli masyarakat. “Rendahnya penyaluran FLPP saat ini bukan dikarenakan rendahnya permintaan. Kinerja dan mekanisme penyaluran KPR FLPP harus dievaluasi karena masih dirasa lambat oleh para pengembang rumah sederhana,” jelas Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch.
Berdasarkan survey yang dilakukan Indonesia Property Watch, tingkat penjualan rumah subsidi mengalami peningkatan permintaan. Namun tidak demikian dengan realisasi penyaluran KPR FLPP yang justru anjlok hampir 73 persen menjadi hanya sebesar 8.969 unit per Agustus 2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 33.347 unit. Kondisi ini harusnya menjadi perhatian penuh pemerintah untuk dapat mengevaluasi dan memperbaiki penyaluran KPR subsidi dengan FLPP atau dengan Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Peran pemerintah daerah (Pemda) sangat diharapkan untuk dapat membantu penyediaan rumah sederhana bagi masyarakatnya. Karena seharusnya masing-masing pemda dapat mengetahui siapa saja yang layak untuk diberikan fasilitas subsidi untuk memeroleh rumah. Dari RT/RW, kelurahan, sampai kecamatan dapat mendata siapa saja yang benar-benar membutuhkan untuk kemudian dikonversi menjadi kebutuhan lahan yang harus disediakan di daerahnya.
“Harusnya pendataan backlog rumah dapat dilakukan secara sistematis mulai tingkat RT sampai kecamatan bahkan sampai provinsi sehingga pemerintah dapat memeroleh gambaran yang jelas mengenai seberapa besar kapasitas rumah yang harus disediakan di masing-masing wilayah,” jelas Ali.
Dengan data yang ada maka masing-masing Pemda dapat melakukan perhitungan kebutuhan lahan yang dibutuhkan. Terkait hal tersebut maka peran tata ruang menjadi sangat penting. Artinya Pemda harus segera mem-plot lahan yang masing mungkin untuk dikembangkan rumah sederhana. Tanpa ada kejelasan tata ruang yang khusus diperuntukan untuk rumah sederhana, maka jaminan ketersediaan rumah sederhana menjadi terancam.
Mengapa harus ada peruntukan khusus rumah sederhana? Karena saat ini tidak ada tanah yang dapat dijamin pertumbuhan harganya dan mengikuti mekanisme pasar. Dalam kondisi harga tanah yang semakin tinggi, maka harga perolehan tanah yang ada menjadi sangat tinggi dan sulit untuk dikembangkan sebagai rumah sederhana dengan patokan harga yang ada. Dengan adanya tata ruang yang tegas, maka siapapun yang membebaskan lahan di area khusus tersebut tidak dapat membangun selain rumah sederhana. Langkah ini dinilai sebagai bentuk instrumen alamiah untuk dapat menjamin ketersediaan harga tanah tunutk rumah sederhana yang wajar ke depan dan relatif dampak dari kenaikan harga sesuai mekanisme pasar tidak berpengaruh banyak.
Melihat kondisi ini, maka peran Pemda menjadi sangat strategis. Namun masih disayangkan masih banyak Pemda yang relatif belum sadar pentingnya ketersediaan rumah yang seharusnya dapat menjadi indikator kesejahteraan masyarakatnya. Untuk meningkatkan kepedulian Pemda, maka pembangunan sejuta rumah di masing-masing daerah harus menjadi target pencapaian sebagai penilaian kesejahteraan di masing-masing Pemda.
Indonesia Property Watch