Senin, April 28, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Menyoal Milenial Punya Rumah, Kesanggupan Bayar Masih Rendah

PropertyandtheCity.com, Bogor (Jawa Barat) – Generasi milenial dinilai terancam tak bisa memiliki hunian, khususnya rumah tapak karena diniai cenderung menghabiskan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan waktu luang (leisure). Sementara itu, pendapatan dan harga rumah kian timpang.

Deputi Komisioner Pemanfaatan Dana BP Tapera Ariev Baginda Siregar mengungkapkan, generasi milenial yang sudah bekerja biasanya lebih konsumtif. Mereka cenderung menyukai leisure, seperti berwisata, beli gadget terbaru, nongkrong atau duduk-duduk santai bersama teman-teman di kafe.

Gaya hidup ini diklaim Ariev menguras kantong, apalagi jika dilakukan cukup sering. Makanya, memprioritaskan kebutuhan (needs) ketimbang keinginan (wants) selama produktif bekerja menjadi patut dilakukan.

“Sekarang orang (khususnya generasi muda) bangga selfie dan memamerkan segala kemewahan. Apa yang dipakai dari atas sampai bawah, itu menjadi simbol lifestyle, sehingga tanpa disadari pada waktu spending money dia fokusnya pada wants, seharusnya fokus pada needs. Ini sudah kami rasakan, teman-teman PNS hampir di seluruh Indonesia SK-nya sudah ‘disekolahkan sampai S4’. Tantangannya itu, payment capacity mereka rendah,” ujarnya dalam Diskusi Media “Skema Sewa Beli, Solusi Milenial Punya Rumah”, di Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Ariev menilai, ada kemungkinan bahwa memiliki hunian itu memang bukan prioritas milenial, terlebih dengan karakter mereka yang suka pengalaman. Persoalan ini harus dicarikan jalan keluar agar milenial kian mudah memiliki rumah.

“Kalian para generasi muda coba fokus pada kebutuhan. Misal kalau butuh transportasi banyak pilihan, ada sepeda, mobil atau kendaraan umum. Kalau nurutin wants, yang ada beli NMax, Ninja, atau Brio. Jadi keseharian mereka yang fokus pada kemewahan ini mempengaruhi dia lupa sama kebutuhan utama. Kita sama-sama memiliki kewajiban moral untuk mengarahkan generasi muda agar fokus pada kebutuhan, dan rumah adalah kebutuhan,” jelas Ariev.

Dalam memilih hunian, lanjutnya, tentu generasi milenial akan menilai dari sisi kegunaan, apakah untuk ditinggali atau investasi.  Ia menilai golongan milenial nggak mau ribet. Pilihan hunian tentu harus memiliki akses yang gampang kemana-mana. “Harga rumah tapak terjangkau lokasinya semakin menjauh dari perkotaan, kalau pun mereka membeli rumah tapak akan memilih yang dekat dengan stasiun atau terminal. Kalau rusun, tantangannya ada pada budaya tinggal yang perlu dibiasakan, apalagi bagi orang yang tidak punya pilihan,” paparnya.

BP Tapera sendiri menawarkan fitur Graduate Payment Mortgage (GPM) dengan bunga fix 5% dari awal sampai akhir cicilan. Ini kebalikan dari pembiayaan konvensional yang mematok bunga berjenjang. “Di konvensional disebut angsuran berjenjang. Bedanya kalo di konvensional itu bunganya berjenjang sedangkan Tapera bunga tetap, yang berjenjang adalah cicilan pokoknya. Minimal besaran cicilan tahun pertama ekuivalen dengan bunga 5%. Menariknya, rumahnya bisa dilunasi tanpa pinalti. 

Sementara itu Asosiasi pengembang Himperra sejak lama mengusulkan skema Sewa-Beli atau Rent to Own segera diterapkan di seluruh Indonesia karena dianggap memudahkan kalangan milenial mengakses KPR. Ketua Bidang Rumah Tapak Bersubsidi dan Rumah Susun Himperra Makhmur mengusulkan, untuk kalangan MBR penerima subsidi bisa diberikan skema khusus supaya mempermudah dan mempercepat masyarakat mengakses KPR subsidi, khususnya pekerja informal.

“Format sewa-beli untuk kalangan pekerja informal ini menjadi salah satu cara untuk menjamin para pekerja informal seperti Youtuber, Ojek Online dan pebisnis online bisa mengakses perumahan. Mereka bisa menyewa sebuah rumah untuk periode tertentu dan nantinya rumah tersebut menjadi milik si penyewa. Ini sangat menyederhanakan prosedur persyaratan subsidi yang kadang tidak bisa dipenuhi oleh kalangan pekerja informal,” pungkas Makhmur.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles