Selasa, Mei 13, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

MENJAGA KESEIMBANGAN DI TIGA SISI

SANNY ISKANDAR, KETUA UMUM HIMPUNAN KAWASAN INDUSTRI INDONESIA (HKI)

Dua kali terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), membuktikan Sanny Iskandar mampu berperan di tiga posisi, yang diakui tidak mudah menjalankannya.

Peran yang dilakukan Sanny Iskandar terbilang unik, sebagai tenaga ahli Menteri Perindustrian yang memberikan advice kepada Menteri, dan sebagai Ketua Umum HKI, Sekjen APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Nasional, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, serta sebagai Direktur Kawasan Industri KIIC (Karawang International Industrial City), yang juga sama-sama bersaing dengan kawasan-kawasan industri lainnya. Tetapi pria kelahiran, Malang, 8 Desember 1962 ini, mampu bermain cantik, dan diterima semua pihak.

Kepada Property and the City, jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali dan Prasetya Mulya Business School ini bercerita banyak mulai dari HKI sampai beberapa tugas pekerjaannya baik di unit bisnis di Sinar Mas Land maupun di Sinar Mas President Office.

Anda terpilih kembali untuk kedua kalinya sebagai Ketua Umum HKI?

Ya, waktu Munas HKI di bulan Oktober 2016 saya terpilih kembali secara aklamasi. Para anggota HKI meminta saya untuk kembali melanjutkan sebagai Ketua Umum HKI. Ini baru pertama kali bisa aklamasi dalam sejarah HKI sejak Ketua Umum pertama Halim Shahab. Biasanya persaingan untuk menjadi Ketua Umum HKI cukup ketat. Entah anggota yang lain tidak mau pusing (menjadi pengurus-red) atau mungkin saya dianggap bisa menghasilkan sinergi bagi asosiasi melalui keterlibatan saya di beberapa tempat. Anggota melihat saya ada di Kadin, Apindo, dan di pemerintahan juga. Jadi, saya dianggap bisa menjembatani kepentingan antara pengusaha dan pemerintah, serta lebih mudah mengkoordinasikan.

Mungkin juga saya dianggap generasi terakhir dari satu generasi awal yang sebelumnya selalu bersama-sama di kepengurusan HKI sejak berdirinya di akhir tahun 80-an. Waktu saya menjadi ketua umum pada periode pertama, jabatan wakil ketua umum hanya satu orang. Saat ini, di periode kedua, saya mengangkat wakil ketua umum lima orang. Ini saya maksudkan untuk kaderisasi agar mereka siap pada periode berikutnya, karena maksimal jabatan ketua umum HKI hanya dua periode.

Anda juga saat ini di posisi pemerintah sebagai tenaga ahli Menteri Perindustrian. Bagaimana menyeimbangkan dua pekerjaan ini?

Harus bisa menempatkan diri kita bahwa semua ini adalah untuk kepentingan nasional. Di satu sisi ada kepentingan pengusaha, di sisi lain ada kepentingan pemerintah. Semua ini harus disinkronkan, kalau tidak maka tidak ada titik temu. Bisa saja pemerintah mengeluarkan segala macam peraturan yang susah dilaksanakan oleh pengusaha. Nah, kalau seperti ini maka tidak efektif juga peraturan tersebut. Kebetulan saya ada di tiga posisi, yang satu sama lain sebetulnya untuk mencapai sinergi.

Apakah pernah mengalami konflik kepentingan karena berdiri di tiga posisi?

Kalau seperti ini saya berusaha menahan diri untuk buru-buru mengambil sikap. Biasanya saya panggil dulu teman-teman dari dunia usaha, kemudian dari pihak Kementerian Perindustrian. Jadi, sebelum ketemu Menteri Perindustrian persoalan sudah diselesaikan lebih dulu. Misalnya, terkait rumusan kebijakan yang bisa diambil bersama. Jadi, intinya mencari titik temu.

Sebagai ketua umum HKI, tentunya saya merumuskan aspirasi yang menjadi kepentingan bersama, seperti yang terkait pada masalah perizinan, standar teknis di kawasan industri, bagaimana menghadapi demo para buruh di dalam kawasan industri. Tetapi kalau yang terkait dengan penjualan, kita di sini sama-sama bersaing.

Sebagai Sekjen Apindo bagaimana sikap Anda ketika menghadapi permasalahan hubungan industrial?

Kuncinya untuk bisa mengatasi permasalahan dengan jernih, maka kita harus keluar dari permasalahan tersebut. Kita tidak boleh masuk ke salah satu pihak yang sedang bertikai. Walaupun saya mewakili pengusaha, saya berusaha keluar dari posisi sebagai pengusaha. Di satu sisi saya tahu kepentingan perusahaan seperti apa, tapi saya juga berusaha memahami kepentingan dari sisi pekerja. Saya berusaha keluar dan memposisikan diri sebagai pihak ketiga. Kemudian mengajak bicara pihak yang bertikai, untuk mendapatkan solusi yang fair. Mudah-mudahan dengan pendekatan ini bisa diselesaikan, asalkan masing-masing pihak punya itikad yang baik. Kadang-kadang ada pihak serikat pekerja yang maunya pokoke, kalau tidak begini, tidak mau. Kalau sudah seperti ini susah menemukan titik temu.

Pernahkah sebagai Ketua Umum HKI atau pengelola kawasan mendapat complaint dari investor atau tenant di dalam kawasan industri kalau ada masalah yang muncul?

Ya tentu, karena posisi kami bukan sebagai pengembang saja, tapi juga pengelola kawasan. Kami harus memberikan layanan yang terbaik bagi para investor, baik dari masalah perizinan, penyediaan infrastruktur dan utilitas, pengendalian pencemaran lingkungan, hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar serta keamanan kawasan.

Dalam soal demo buruh atau masalah lain di kawasan apakah Anda berusaha meyakinkan mereka agar tidak keluar dari Indonesia atau ikut mendorong pemerintah?

Tergantung permasalahannya, kalau yang terkait dengan hal-hal yang memberatkan industri, misalnya masalah hubungan industrial yang tidak fair, birokrasi perizinan, tarif utilitas yang tinggi, maka dalam hal ini asosiasi harus menyuarakan juga ke pemerintah. Kalau permasalahannya terkait di internal perusahaan, maka saya akan melakukan penanganan yang berbeda.

Pernah juga menerima complaint dari pemerintah kepada Anda sebagai ketua umum HKI?

Kalau konteksnya demo buruh, tidak karena kita yang justru menuntut pemerintah khususnya aparat kepolisian untuk memberikan jaminan keamanan yang memadai. Tekanan dari pemerintah, misalnya, dalam soal pembuangan limbah dari pabrik karena masalah lingkungan ada dalam kontrol kami sebagai pengelola kawasan industri, karena memang tidak menutup kemungkinan ada perusahaan yang nakal membuang limbah di atas ambang batas yang sudah kita tentukan.

Anda pernah menyebut perlunya standarisasi kawasan industri, apa pentingnya standarisasi?

Standarisasi itu sudah masuk dalam konsep pengembangan kawasan industri sejak awal keluarnya Kepres No. 53 tahun 1989 tentang Kawasan Industri dan kemudian  ditegaskan kembali oleh pemerintah sejak sekitar 4 tahun yang lalu (melalui Permenperin No 35 tahun 2010-red). Standarisasi kawasan industri itu sangat penting sekali karena kita menjual lahan untuk kepentingan investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Standarisasi dibuat agar kawasan-kawasan industri yang ada seluruhnya punya standar yang minimal, sehingga tidak mencoreng muka Indonesia di mata investor.

Kriteria kawasan industri yang baik, di antaranya memiliki lahan yang memang peruntukannya untuk kawasan industri sesuai dengan RTRW (rencana tata ruang wilayah-red). Ada badan pengelola kawasan dengan struktur yang lengkap dan kemudian harus menyediakan infrastruktur atau sarana dan prasarana yang memadai (Instalasi pengolahan air bersih dan air limbah, suplai daya listrik dan gas industri, jaringan ICT-red) dan fasilitas penunjangnya seperti sarana perkantoran dan komersial, logistik atau pergudangan, sarana dan akomodasi.

Apakah standarisasi yang disebutkan di atas sudah dilaksanakan oleh semua kawasan industri?

Belum sepenuhnya, tapi sekarang ini sudah mulai menjadi perhatian dari semuanya. Nanti akan ada tim dari Kementerian Perindustrian yang akan datang mengecek. Jujur saya mengatakan memang tidak semua (kawasan industri-red) sudah mengikuti, tetapi karena sudah ada peraturannya, maka semua perusahaan kawasan industri harus mengarah ke sana.

Bagaimana menghadapi pengusaha asing, seperti dari Jepang ketika ingin masuk ke kawasan industri?

Kalau perusahaan asal Jepang untuk mengambil keputusan agak panjang dan sangat detail juga jeli. Saat mereka akan berinvestasi di Indonesia, mereka melakukan survei dari jauh-jauh hari. Mereka mengirim tim survei secara bertahap, dan terakhir baru pimpinannya. Intinya proses pengambilan keputusan oleh suatu perusahaan asal Jepang sangat panjang, namun begitu keputusan sudah firm diambil, mereka langsung melakukan pengurusan izin-izin sehingga pabrik dapat langsung dibangun. Jadi dalam menghadapi mereka kita harus sudah mempersiapkan data dan informasi yang dibutuhkan dan harus sabar.

Ketika pemerintah memutuskan China yang akan membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung, apakah Anda merasakan tekanan atau suasana tidak enak dari pengusaha Jepang?

Ya merasakan, karena sebelumnya studinya dilakukan oleh pihak Jepang juga. Waktu ditenderkan ternyata pihak China yang menang. Bukan tanpa alasan juga pemerintah kita menunjuk China. Jepang dalam hal ini mengajukan persyaratan yang terlalu banyak. Akhirnya pemerintah menunjuk China, yang kemudian menimbulkan suasana yang kurang baik. Mungkin ada rasa kecewa dan sebagainya, tetapi Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan soal itu dan masih banyak kesempatan mengerjakan proyek-proyek infrastruktur strategis yang lain. Saya pikir investasi industri Jepang di Indonesia sudah sangat besar, sehingga pasti segala sesuatunya ada pertimbangan-pertimbangannya.

Seperti apa sebetulnya persaingan di kawasan industri?

Kita tentu ingin kawasan-kawasan industri di Indonesia punya standar yang baik. Kalau ada perusahaan asing memutuskan untuk masuk ke Indonesia, mungkin karena iklim investasi kita bagus. Setelah mereka memutuskan untuk masuk ke Indonesia, baru terjadi kompetisi di antara perusahaan kawasan industri. Dalam kompetisi ini sebetulnya investor  sudah melakukan studi apakah mereka mau masuk ke Jawa Barat, Jawa Timur, Batam atau daerah lainnya. Misalnya, masuk ke Jawa Barat, ada beberapa kawasan industri di Jawa Barat, ini juga sudah terpetakan. Setiap kawasan ada segmentasi pasar dan postitioningnya, seperti hotel ada bintangnya.

Kalau ada kawasan yang bekerja sama dengan asing, biasanya standarnya lebih baik, karena mereka lebih ketat dalam pengelolaan kawasan dan layanan. Apalagi kalau asingnya dari Jepang. Sehingga  pilihan kawasan industri hanya tiga sampai empat kawasan industri saja, dan itupun tidak semua lahannya ada. Kadang-kadang ada satu kawasan yang lahannya sudah habis, dan masih mencari perluasan lahan baru. Bisa jadi akhirnya yang berkompetisi hanya tinggal dua atau tiga kawasan saja. Silakan masing-masing kawasan industri bernegoisasi dengan calon perusahaan asing yang akan masuk. Yang menentukan memang dari masalah layanan, kelengkapan infrastruktur, harganya,  lokasi kavling  di dalam kawasan, dan bentuk kavlingnya.

Dulu pertama kali kerja langsung ke Sinar Mas Group?

Tahun 1985 sampai tahun 1992 saya bekerja di Seafer General Foods, industri pengolahan hasil-hasil perikanan untuk tujuan ekspor yang juga merupakan kerjasama dengan Jepang. Awal tahun 1993 baru bergabung dengan Sinar Mas.

Apa yang membuat betah di Sinar Mas sampai 24 tahun?

Mungkin diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Kebetulan Sinar Mas punya partner dari Jepang, sehingga dipercaya mewakili Sinar Mas. Di samping itu, saya suka dengan bidang yang saya tangani karena mengembangkan dan mengelola kawasan industri yang banyak aspeknya. Kebetulan saya suka berhubungan dengan banyak pihak.

Di dalam menangani kawasan industri aspeknya banyak sekali, mulai dari aspek teknis, seperti urusan listrik, telekomunikasi, akses jalan. Ada aspek legal terkait dengan pertanahan, perizinan, hubungan dengan investor, sampai urusan sosial kemasyarakatan melalui program-program community development.

Tidak terpikir untuk mencari tantangan di luar Sinar Mas?

Ya, beberapa kali ada kesempatan untuk mengembangkan karir di tempat lain, bukan saya yang minta tapi pihak lain yang meminta saya. Tapi setiap kali juga diminta oleh Sinar Mas untuk bertahan di Group. Prinsip saya dalam bekerja mencari suasana yang baik. Tidak ada konflik. Kebetulan di Sinar Mas saya memahami lingkungannya. Juga diberi kesempatan untuk mengembangkan diri. Saya pikir ini yang terbaik buat saya.

Apa yang membuat Anda berat meninggalkan Sinar Mas selain diberi kesempatan berkembang?

Jujur saja, yang paling berat bagi saya adalah meninggalkan tim yang selama ini sudah mendampingi saya sekian lama. Apalagi kami bermitra dengan pihak Jepang, yang seringkali membutuhkan pendampingan. Sistem yang saya bangun adalah sistem kekeluargaan dan ini juga yang membuat saya nyaman, bekerja bersama tim. Tetapi sekarang yang saya kader sudah banyak yang mampu. Bahkan, yang lebih mampu dari saya juga sudah ada. Saat ini saya sifatnya lebih memfasilitasi supaya teman-teman di dalam tim bisa berkembang juga dan saya lebih banyak mensupport kepentingan group yang memiliki pilar-pilar bisnis lainnya.

Apakah ingin menghabiskan karir di Sinar Mas?

Sampai saat ini belum ada pemikiran ke tempat lain, saya tekuni saja yang saat ini berjalan. Kesempatan mengembangkan diri ke depannya dalam bentuk lain, saya rasa terbuka. Dengan kapasitas yang saya miliki, dengan dukungan teman-teman.

Ingin masuk ke dunia politik praktis?

Tidak ada pemikiran ke arah sana. Orang yang masuk partai harus orang yang mempunyai mental luar biasa, karena banyak tantangan dan godaan. Mungkin godaannya lebih banyak. l

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles