Semua mengakui gen melinial adalah pasar KPR yang potensial. Masalahnya adalah DP yang berat buat kantong milenial. Mampukah relaksasi LTV membantu gen milenial punya rumah.
Gen milenial kerap jadi pembicaraan akhir-akhir ini. Gen yang muncul setelah gen Z ini banyak disorot dari prilakunya. Mulai dari hobi membeli gadget terkini, gemar kuliner sampai hobi traveling. Semua hobi itu dinilai hanya menghabiskan uang. Tetapi gen mileinial, oleh sebagian orang, dianggap tidak peduli untuk membeli rumah atau apartemen. Uangnya sudah habis untuk membeli kebutuhan konsumtif dan traveling.
“Gen milenial biasanya dapat uang sekarang dihabiskan sekarang. Sifat milenial seperti ini. Apalagi penawaran buat mereka banyak, seperti gadget, menghabiskan uang untuk traveling. Belum terpikirkan untuk punya rumah. Kalau mereka tidak memahami pentingnya punya rumah, uang cepat habis,” ujar Sutadi, Executive Vice President Bank BRI
Betul, dari sekian gen melinial ada sebagian yang sudah sadar ingin membeli rumah, tetapi penghasilan mereka rupanya tidak menjangkau harga properti. harga properti terus meroket dan kian susah dikejar. Seperti kata pepatah “Bak pungguk merindukan bulan”.
Menurut Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, saat ini rata-rata penghasilan kaum milenial tertinggal 10 persen hingga 15 persen setahun dibandingkan dengan kenaikan harga properti. Bisa dibayangkan betapa sulitnya gen milenial membeli properti hunian landed house atau apartemen. Apalagi gaya hidup di sebagian kalangan milienialis yang cenderung konsumtif. “Gaya hidup memang penting. Tapi masa depan lebih penting lagi. Menabung untuk membeli properti harus menjadi gaya hidup kaum milenia,” tegas Ali.
Kalangan pengembang sendiri tidak membantah gen melinial adalah pasar yang menjanjikan untuk menyerap produk hunian ditengah tingginya backlog perumahan nasional. Para pengembang bisa memaklumi kondisi income mereka yang terbatas. Sehingga menawarkan produk-produk rumah dengan harga yang terjangkau dan tentu saja dengan DP yang terjangkau.
Menurut Kris Banarto, GM Sales and Marketing Bukit Cimanggu City (BCC), landed house di BCC dengan harga Rp500 jutaan dengan cicilan Rp4 juta per bulan sebetulnya terjangkau buat milenial. Apalagi kalau joint income suami-isteri per bulan Rp12 juta harusnya bisa. Untuk uang muka alias DP tidak perlu dicemaskan. Kris menyatakan pihaknya siap memberikan subsidi untuk DP. “Untuk uang muka kami memberikan subsidi, kalau uang muka 20 persen, kami berikan subsidi 13 persen. Jadi, uang muka dari konsumen hanya tujuh persen, dan harga rumah sudah all in. Untuk tujuh persen itu tidak ada tambahan lainnya,” ujar Kris Banarto.
Lantas apa kata bank soal peluang memasarkan KPR untuk gen milenial. Menurut Yohanna Reifina Elisa, Secretary to Executive Vice President Consumer Credit Business Division, PT Bank Central Asia, Tbk, dari hasil survey yang pernah dilakukan, kaum milenial banyak yang sudah sadar untuk punya rumah atau apartemen. “Kami melihat potensinya cukup besar,” ujarnya. Hanya saja, tantangannya adalah ketersediaan rumah atau apartemen yang terjangkau untuk kalangan milenial. Ditambah kemudahan untuk mendapatkan pembiayaan lewat KPR. Dua hal inilah yang dibutuhkan oleh kalangan milenial saat ini.
Menurut Yohanna Reifina Elisa yang akrab dipanggil Lisa, regulasi dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan bank belum diperbolehkan membiayai DP. Walaupun demikian, BCA bekerja sama dengan pengembang yang menyediakan cicilan DP. Konsumen dapat mengajukan KPR di awal dengan komitmen persetujuan sampai 24 bulan mendatang atau saat cicilan DP lunas.
Selain komitmen di atas, lanjut Lisa, KPR BCA juga memiliki produk Angsuran Terencana, yaitu nasabah dapat mengangsur lebih ringan di awal kredit, kemudian angsuran akan meningkat setiap tahun selama periode tertentu, sejalan dengan peningkatan pendapatan nasabah. “Kemudahan ini sangat berguna bagi kaum milenial, sehingga dapat mengatur pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan, baik untuk tempat tinggal maupun kebutuhan untuk eksis di kehidupan sosial,” ujar Lisa, dalam jawaban tertulis kepada Property and the City.
Sutadi mengaku tidak tahu data persisnya gen milenial, tetapi secara populasi gen milenial jumlahnya besar dan potensial karena mereka belum punya rumah. Pasar gen milenial dapat mengurangi backlog pemerintah. Kemampuan mereka yang hanya bisa mencicil dipastikan akan meningkatkan pasar KPR, terutama di kota-kota besar. Kalau di kota kecil biasanya masih ikut dengan orang tua. Jangan lupa rumah atau apartemen juga bagian dari pengakuan bahwa mereka sudah mapan dan punya kebanggaan. Kalau mereka mau menikah sudah punya rumah, pastinya bakal diakui oleh mertua, hahaha ……..
Agar terjangkau rumah yang akan dibeli, Sutadi menyarankan agar gen milenial jangan membeli rumah tipe besar dulu. Kalau rumah sederhana untuk ukuran di bawah 70 meter persegi DP-nya tidak diatur. Apalagi dengan adanya rencana relaksasi LTV yang akan dikeluarkan oleh BI, yang dinilai membantu gen milenial mendapatkan DP yang murah. “Sebetulnya dengan adanya relaksasi ini masalah DP tidak akan menjadi masalah lagi,” ujar Sutadi.
Harga rumah Rp300 jutaan dinilai cukup terjangkau untuk gen milenial yang baru bekerja. Dengan gaji Rp5 juta setiap bulan, dan angsuran KPR setiap bulan Rp2 juta sampai Rp2,5 juta, harusnya sudah bisa mencicil rumah. Mereka masih bisa naik kendaraan umum atau kendaraan sendiri berupa motor. “Tinggal kemauan saja. Anak saya saja sudah ingin mencari rumah. Padahal baru kerja dua tahun. DP kecil nanti kreditnya yang dibesarkan tidak apa-apa. Gaji masih cukup dan belum punya tanggungan,” ujar Sutadi, sambil mencontohkan anaknya. ● (Hendaru)