Presiden Joko Widodo seperti terobsesi membangun infrastruktur di Indonesia. Sejak terpilih menjadi Presiden, Presiden Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi, seperti tiada hari tanpa menggeber infrastruktur. Rasanya, Jokowi lebih banyak ke lapangan meninjau pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, MRT, LRT, kereta api ketimbang diam di Istana. Jokowi, yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta, tahu betul masyarakat butuh pengembangan infrastruktur untuk menunjang moda transportasi massal. Moda transportasi yang ada saat ini dirasa kurang untuk mobilitas masyarakat yang bertempat tinggal di pinggir Jakarta tetapi beraktivitas di Kota Jakarta.
Percepatan pembangunan infrastruktur yang menopang transportasi massal tidak lepas dari makin melebarnya kawasan hunian dari pinggir Jakarta. Harga properti di Jakarta yang sudah tidak terjangkau bagi keluarga muda, akhirnya mendorong konsumen mencari landed house atau apartemen yang sudah di luar Jakarta. Jalan tol yang sempat menjanjikan di tahun 2000-an dengan dibangunnya tol JORR, saat ini sudah tidak menjanjikan lagi buat kaum urban yang bekerja di Jakarta. “Kecepatan tol sekarang hanya 20-30 km per jam karena sudah terlalu banyak bukaan-bukaan, dan tidak ada pengendalian tata ruang,” ujar Yayat Supriatna, pakar perkotaan dari Universitas Trisakti.
Moda transportasi commuter line yang menghubungkan Jabodetabek masih dianggap pilihan paling logis untuk para penglaju menuju Kota Jakarta. Kondisi commuter line kini sudah jauh lebih beradab dibandingkan kondisi tahun 90-an. Apalagi sejak Ignasius Jonan menjadi Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) banyak melakukan revitalisasi terhadap stasiun KRL dan terus menambah jumlah commuter line. Penumpang menjadi nyaman di stasiun KRL dan jumlah keberangkatan dari stasiun KRL ke Kota Jakarta pun semakin banyak.
Tetapi seperti kata Yayat Supriatna, commuter line punya problem dengan infrastruktur pendukungnya, yaitu sistem persinyalan di Stasiun Manggarai yang tidak mendukung. Dengan jumlah commuter line yang terus bertambah karena jumlah penumpang yang meningkat, commuter line harus antri saat masuk ke Stasiun Manggarai. Maklum, stasiun ini sebagai stasiun transit penumpang ke berbagai jurusan di Jabodetabek. Frekuensi yang tinggi ini yang belum didukung sistem persinyalan yang baik.
Wartawan Property and The City, yang setiap hari menggunakan commuter line, merasakan sendiri setiap akan masuk Stasiun Manggarai. Kereta harus menunggu antrian untuk masuk Stasiun Manggarai. Bahkan, waktu tunggu bisa sampai 20 menit lebih menunggu sinyal masuk, dan ini setiap hari. “Bagaimana perjalanan Jakarta-Bekasi cukup sepuluh menit, misalnya. Atau Jakarta-Bogor kurang dari waktu tempuh yang sekarang, ini akan membuat orang menjadi tertarik untuk naik commuter line,” ujar Yayat.
LRT Menjadi Pilihan
Dengan kondisi di atas, ketika moda transportasi Light Rail Transit (LRT) disodorkan, pemerintah langsung kepincut untuk menghadirkannya. LRT dianggap sebagai moda transportasi yang bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang besar dan bersinergi dengan angkutan penumpang yang lain. Apalagi pengembangan LRT sebetulnya tidak lepas dari sembilan sistem transportasi massal yang akan dikembangkan di wilayah Jabodetabek, yaitu LRT yang dikembangkan Pemprov DKI Jakarta, LRT yang dibangun Kementerian Perhubungan, LRT Jababeka, Mass Rapid Transit (MRT), kereta api bandara, kereta cepat, Automatic People Mover System (APMS), commuter line, dan Bus Rapid Transit (BRT).
Sementara untuk DKI Jakarta sendiri telah tertuang dalam pola makro transportasi yang sudah dicanangkan dalam RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda 1/2012) dan RDTR atau Rencana Detail Tata Ruang (Perda 1/2014) DKI Jakarta 2030, yakni:
- Mass Rapid Transit (MRT): Selatan-Utara (Lebak Bulus-Kota, 2018), dan Timur-Barat (tengah dikaji rute koridor, revisi RTRW 2017/RDTR 2019).
- Light Rapid Transit (LRT): ‘Monorel’ Green Line dan Blue Line (Kuningan-Senayan, terhenti) – usulan baru ‘Kereta Ringan’ 8 koridor, Cibubur-Cawang (on progress), belum masuk dalam RTRW/RDTR (tengah direvisi).
- Bus Rapid Transit (BRT): Bus Trans 15 koridor – pengembangan rute baru (sekarang sudah lebih dari 30 rute koridor yang berkembang)
- Waterway: Kanal Banjir Barat dan Marunda-Ancol (terhenti).
Keseriusan pemerintah membangun LRT dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kerata Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Untuk pembangunan proyek LRT ini langsung ditangani oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah pusat oleh PT Adhi Karya akan menangani lintasan LRT Cibubur – Cawang, Bekasi Timur – Cawang, dan Cawang – Dukuh Atas.
Untuk tahap pertama, LRT akan dibangun sebanyak 18 stasiun dengan panjang rel sekitar 42,1 kilometer. Pengembangan tahap pertama ini ditargetkan akan rampung pada 2018. Sedangkan tahap kedua, LRT akan dibangun di lintas pelayanan Cibubur – Bogor, Dukuh Atas – Palmerah – Senayan, dan Palmerah – Grogol dengan panjang rel 41,5 kilometer.
Lintas Cawang-Bogor
Nampaknya pengembang Adhi Karya kian gencar mengejar target operasinya LRT tahap pertama (Cawang-Cibubur: 14,5 km). Kini progres pengerjaannya pun telah mencapai sekitar 60 persen.
Jalur ini setidaknya memiliki 5 titik pemberhentian, yakni di Cawang, TMII, Kampung Rambutan, Ciracas, dan Cibubur. Sementara pada tahap II jalur Cibubur – Bogor, LRT akan berhenti di sekitar enam stasiun, yakni Baranangsiang, Sentul, Sirkuit Sentul, Cibinong, Gunung Putri, dan Cibubur. Tahap II ini diperkirakan bakal mulai digunakan pada tahun 2019 mendatang.
Jika menyusuri jalan tol dari Jakarta menuju Bogor, maka progres pembangunannya sudah nampak terlihat dari tiang-tiang beton yang ditancap di beberapa titik. Terutama mendekati kawasan Kampung Rambutan dan juga Cibubur. Kedua wilayah ini memang telah direncanakan akan menjadi tempat persinggahan atau stasiun dari kereta ringan tersebut. Stasiun Cawang sendiri akan menjadi titik awal ketiga trase LRT yang berangkat dari Jakarta menuju Dukuh Atas, Bekasi maupun Cibubur.
Solusi Cerdas
Pengembangan transportasi massal berbasis kereta ringan atau LRT sejatinya sebagai salah satu solusi cerdas mengatasi kemacetan di Kota Jakarta. LRT yang menghubungkan Jakarta dan beberapa kawasan penyangga sebagai basis hunian kaum urban juga turut membantu ‘menetralisir’ kian padatnya hunian dan tinggihnya harga properti di pusaran Jakarta. Tidak dapat disangkal jika semakin banyak warga Jakarta yang dahulu bermukim di tengah kota, seperti Menteng atau Kuningan yang kini telah hijrah ke pinggir Jakarta mencari properti dengan harga yang lebih terjangkau.
Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga mengungkapkan pengembangan transportasi massal di kota megapolitan seperti Jakarta selayaknya memang segera dibenahi untuk mengurangi stres akibat kemacetan lalu-lintas. “Tata kota dan sistem transportasi yang buruk menjadi faktor penekan yang membuat warga rentan stres,” ujar Joga.
Menurut Nirwono, selain menimbulkan stres warga yang memunculkan berbagai masalah sosial, masalah yang tak kunjung selesai di Jakarta adalah kemacetan. Merujuk pada data dari Forum Informasi dan Kajian Statistik 2016, Jakarta setiap harinya kebanjiran 1.130 unit kendaraan baru yang terdiri atas 240 mobil dan 890 sepeda motor.
“Jika pemerintah tidak mengatasi melimpahnya kendaraan pribadi ini, tentu kemacetan total di Jakarta tinggal menunggu waktu saja. Nah, transportasi massal adalah salah satu solusi untuk itu,” tegasnya.
Presiden Jokowi sendiri telah menegaskan bahwa LRT yang menghubungkan Jakarta dengan beberapa wilayah penyangga sekitarnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Mulai dari masalah biaya logistik, biaya transportasi, dan beberapa lainnya. Lebih dari itu, LRT juga akan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, seperti ke bandar udara, stasiun kereta api, MRT, hingga terminal bus.
Dengan rencana transit oriented development atau TOD, stasiun-stasiun LRT tersebut nantinya terkoneksi dengan apartemen atau rusunawa terdekat. Seperti di Bekasi Timur yang bakal dilengkapi dengan park on ride. Tidak heran kalau kemudian harga tanah dan properti hunian yang dilewati jalur LRT langsung melonjak naik, karena prospeknya sudah jelas bakal dicari konsumen properti.
Harga Tanah Naik
Dengan beroperasinya LRT, maka dapat pula dipastikan akan berkontribusi besar terhadap pengembangan ekonomi di wilayah sekitarnya. Sektor properti biasanya akan berkembang pesat mengikuti arah pembangunan infrastruktur. Demikian halnya LRT yang bakal menjadi pilihan kaum urban yang bekerja di Jakarta. Setidaknya LRT diperkirakan akan mampu berkontribusi mengangkut sekitar 24 ribu penumpang per jam per arah setiap hari (PPHD).
Ketua Dewan Transportasi Jakarta, Ellen S W Tangkudung mengamini percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan trasnportasi, seperti LRT akan berdampak signifikan pada berbagai sektor. “Transportasi massal akan mendorong suatu kawasan menjadi lebih bergairah. Termasuk sektor properti yang akan terkena dampak besar,” ungkapnya belum lama ini.
Director Head of Research and Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus sebelum itu telah memprediksi pembangunan sarana transportasi massal, seperti LRT akan ikut mendongkrak harga properti hingga 20 persen per tahun, bahkan lebih. “Harga properti secara otomatis akan naik, terutama di sekitar stasiun LRT. Sehingga properti ataupun tanah bisa naik per tahun rata-rata 15 persen sampai 20 persen,” katanya.
Menurut Kris Banarto, GM Sales and Marketing Bukit Cimanggu City, kenaikan harga tanah di sekitar jalur LRT, bukan hal yang aneh. Berkaca dari pembangunan Bogor Outer Ring Road (BORR), harga tanah langsung naik waktu itu. Sekarang ada pembangunan LRT pasti harga tanah di sekitarnya akan ikut naik karena pembangunan infrastruktur akan mendorong bisnis properti.
Terkait kenaikan harga tanah yang dilalui LRT, menurut Indra W. Antono, Vice President Corporate Marketing PT Agung Podomoro Land Tbk, APL belum mengevaluasi dan memonitor secara khusus tentang adanya kenaikan harga tanah di Cimanggis. APL belum bisa memprediksi sampai berapa persen kenaikan harga tanah yang akan terjadi. Tetapi dipastikan akan ada kenaikan harga tanah di Cimanggis.
Yayat tidak menampik kehadiran LRT akan membuat harga tanah yang dilewati jalur LRT akan naik. Itu sebabnya, Yayat meminta masyarakat yang memiliki tanah di sekitar LRT jangan digoda agar menjual tanahnya. Menurutnya, pemerintah harus menganjurkan warga jangan menjual lahannya. Lahan tersebut bisa disewakan dalam bentuk kerjasama atau landsharing. Dengan landsharing, warga di sekitar LRT juga diuntungkan.
“Harus dikerjasamakan tanah itu. Jadi, warga dapat nilai tambah, tidak hanya digusur-gusur jual tanah saja. Dengan adanya konsep penataan tanah yang bagus di sekitar LRT masyarakat diuntungkan. Jangan hanya yang punya uang saja yang diuntungkan,” ujar Yayat.
Apartemen Bakal Marak
Ibarat ada gula ada semut, kehadiran moda transportasi massal dipastikan akan mengundang para pengembang untuk mengembangkan proyeknya di jalur LRT. Jangan kaget kalau kemudian belasan properti hunian seperti apartemen siap berdiri di jalur LRT. Wika, HK Realtindo, dan APL termasuk sebagian kecil pengembang yang bakal menikmati gurihnya jalur LRT.
Setelah sukses memasarkan semua unit di H Residence MT Haryono, HK Realtindo yang merupakan anak perusahaan dari PT Hutama Karya (Persero), kembali memperkenalkan Harper Hotel, masih dalam kawasan H Residence. Hotel yang dibangun dengan biaya investasi senilai Rp 100 miliar ini akan dikelola oleh Archipelago International sebagai management company.
Pengembang lain yang masuk kawasan Cawang adalah PT Pikko Land Development Tbk, (Pikko Land) yang tengah mengembangkan proyek properti apartemen The Green Signature – Signature Park Grande di Cawang.
Terdiri dari dua menara apartemen, yaitu The Light dan Green Signature, dengan total 2.500 unit hunian strata title. Apartemen ini terdiri dari tiga tipe unit kamar yang dipasarkan mulai dari Rp 700 jutaan hingga lebih dari Rp 1,6 miliar.
Yang juga tidak kalah gesit menangkap peluang di jalur LRT adalah PT Agung Podomoro Land Tbk. Lewat anak perusahaannya PT Graha Tunas Selaras (GTS), APL sedang membangun proyek apartemen Podomoro Golf View (PGV) di Cimanggis. Menurut Indra, apartemen PGV dengan luas 60 hektar akan diisi 25 tower apartemen dengan total 37 ribu unit apartemen.
Properti Cibubur-Cimanggis Makin Tajir
Kawasan Cibubur yang menjadi salah satu simpul pembangunan LRT jalur Cawang-Cibubur, dipastikan tidak akan menyia-nyiakan peluang emas kehadiran LRT. Bisa dipastikan para pengembang yang berada di sekitaran Cibubur sudah ambil ancang-ancang untuk menangkap peluang konsumen yang mencari tempat tinggal di Cibubur.
Salah satunya adalah CitraGran Cibubur, yang dikembangkan grup Ciputra. Meskipun tidak langsung menjadi simpul LRT karena berjarak 10 menit ke stasiun LRT terdekat, namun dampaknya sangat terasa. “Kami berharap dengan adanya LRT akan menjadi transportasi utama sebagian besar penghuni CitraGran Cibubur menuju tempat kerja mereka di Jakarta,” ujar salah seorang tenaga marketing yang ditemui di kantor pemasaran.
Bukit Golf Cibubur Riverside yang dibangun di atas lahan seluas 300 hektar, setali tiga uang dengan pengembang lain, siap menyambut LRT dengan meningkatkan penjualan. Bahkan, sejak santer diberitakan pembangunan stasiun LRT, perumahan di kawasan ini mengalami kenaikan signifikan, mencapai sekitar 40 persen. Saat ini, perumahan di Bukit Golf Riverside ini dipasarkan mulai dari Rp 550 jutaan hingga lebih dari Rp 5 miliar.
Selain itu sebut saja proyek Agung Podomoro Land jeli melihat peluang dengan membesut proyek Podomoro Golf View di jalur LRT di Cimanggis dengan menghadirkan stasiun LRT di muka proyeknya.
PT Sentul City Tbk juga ikut mendukung pembangunan moda transportasi modern LRT. Pasalnya, keberadaan LRT akan memberikan efek positif terhadap kawasan Sentul City. “Pembangunan LRT tersebut akan mempercepat pertumbuhan Sentul City sebagai Kota Mandiri dan sekaligus menggerakan banyak investasi baru di kawasan Sentul City,” kata Keith Steven Muljadi, Presiden Direktur PT Sentul City Tbk, kepada media beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Steven mengatakan, proyek LRT tersebut akan berpengaruh positif terhadap prospek Sentul City ke depan karena nantinya Sentul City akan semakin mudah diakses. Apalagi rencananya jalur LRT koridor Cibubur-Bogor akan melintasi kawasan Sentul City dan stasiun LRT juga akan dibangun di Sentul City.
“Dengan adanya LRT, tinggal di Sentul City akan semakin nyaman karena untuk menuju Jakarta dan sebaliknya semakin mudah dan tidak perlu menghadapi kemacetan. Begitupula masyarakat yang ingin menikmati fasilitas yang ada di Sentul City, juga akan semakin mudah untuk menuju Sentul City,” ujar Steven. [Pius Klobor, Wawan].