Dikenal sebagai kawasan hunian menengah atas, laju properti di Jakarta Selatan, utamanya apartemen dan office building makin melesat. Inilah efek dari peningkatan infrastruktur termasuk hadirnya transportasi massal yang melintasi Jakarta Selatan.
Sampai dengan akhir tahun 80-an Jakarta Selatan adalah daerah yang nyaman untuk tempat tinggal. Udaranya masih bersih dan sejuk. Kalau kita masuk lebih ke dalam di Jakarta Selatan, masih banyak dijumpai lahan perkebunan, terutama buah-buahan milik penduduk setempat. Masih ingat lirik lagu “Pepaya mangga pisang jambu, dibawa dari pasar minggu.” Lirik ini menceritakan banyak buah-buahan yang dibawa dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan dijual ke kota.
Dari dulu Jakarta Selatan terkenal sebagai penghasil buah-buahan di Ibukota Jakarta. Masih banyak lahan terbuka dan subur, udaranya yang mendukung berbagai jenis buahbuahan tumbuh subur. Apalagi Jakarta Selatan bebas dari kawasan industri. Kini masihkah Jakarta Selatan sebagai penghasil buah-buahan seperti lirik lagu di atas? Atau sudah tergerus oleh peruntukan perumahan yang sejak lama menjadi kawasan favorit untuk tempat tinggal.
Menurut Anton Sitorus, Director Head of Research and Consultancy Savills, sejak lama Jakarta Selatan termasuk yang paling strategis setelah Jakarta Pusat. Ada beberapa kawasan di Jakarta Selatan yang terkenal sebagai kawasan mahal seperti Kebayoran Baru, Pondok Indah yang kalau diposisikan termasuk yang paling top di Jakarta Selatan. Wilayah segi tiga emas di Jakarta juga sebagian masuk ke Jakarta Selatan. “Secara demografi juga status ekonomi masyarakat Jakarta Selatan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya,” ujar Anton.
Dengan posisinya itu tentu selalu menarik untuk mengulas properti di Jakarta Selatan. Apalagi sekarang moda transportasi sudah masuk ke Jakarta Selatan dari berbagai penjuru. Secara luasan lahan Jakarta Selatan memang kalah luas dari Jakarta Timur. Bisa dimaklumi kalau Jakarta Timur masih punya peluang besar mengembangkan propertinya, termasuk landed house. Jakarta Selatan yang lebih padat sekarang ini didominasi properti highrise. Bahkan, beberapa apartemen termahal di Ibukota Jakarta ada di Jakarta Selatan. Strategisnya kawasan Jakarta Selatan tidak hanya ditopang oleh keberadaan akses jalan bebas hambatan seperti Jakarta Outer Ring Road (JORR) dan Tol Depok-Antasari yang direncanakan berlanjut hingga ke wilayah Bogor. Potensi lain adalah keberadaan transportasi massal yang lebih lengkap dibandingkan wilayah lain di Jakarta. Di Jakarta Selatan tersedia mulai dari kereta rel listrik (KRL) dan mass rapid transit atau moda raya terpadu (MRT) yang sudah beroperasi. Menyusul moda transportasi berikutnya adalah light rail transit atau Lintas Rel Terpadu (LRT). Keberadaan transportasi massal tersebut tentunya sangat berdampak besar terhadap perkembangan properti dan tanah di Jakarta Selatan.
Country Manager Rumah.com Marine Novita pernah mengatakan, keberadaan koridor transportasi baru atau perubahan sistem transportasi massal akan meningkatkan potensi investasi properti di suatu wilayah. Salah satunya adalah dengan terealisasinya MRT Jakarta Fase I, yang akan mendongkrak harga properti di Jakarta Selatan karena akan meningkatkan konektivitas, akses masyarakat, dan mengurangi waktu tempuh.
“Dengan beroperasinya MRT Jakarta Fase I, investasi di bidang properti akan meningkat di sepanjang jalur MRT tersebut. Harga tanah dan aset properti di sekitar wilayah Jalan Thamrin, Sudirman, Blok M, Fatmawati dan TB Simatupang yang dilalui jalur MRT ini akan terdongrak. Sedangkan wilayah sekitar Lebak Bulus dan TB Simatupang bisa menjadi kawasan pusat niaga baru di Jakarta Selatan,” papar Marine.
Dari data Rumah.com Property Index, lanjut Marine, menunjukkan rata-rata indeks harga per kuartal di DKI Jakarta sepanjang tahun 2018 adalah 122 poin, naik 4 persen dari indeks harga per kuartal rata-rata DKI Jakarta di 2017 (year on year). Jika dibandingkan rata-rata indeks harga per kuartal DKI Jakarta, rata-rata indeks harga per kuartal Jakarta Selatan sebesar 149 poin, naik 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan indeks di Jakarta Selatan diperkirakan sebagai dampak pembangunan MRT Jakarta Fase I. Selaras dengan kenaikan di Jakarta Selatan, daerah perbatasannya pun mengalami kenaikan yang sama. Tangerang Selatan mengalami kenaikan indeks sebesar 4 persen (yoy).
Perkembangan properti di Jakarta Selatan juga tak lepas dari faktor perkembangan properti di ruas Jalan TB Simatupang, yang kini berubah menjadi kawasan bisnis baru. Perusahaan tambang dan minyak banyak menghuni office building di TB Simatupang. Ibarat ada gula ada semut, kemunculan gedunggedung perkantoran baru diimbangi dengan munculnya hunian-hunian baru, khususnya apartemen. Sasarannya siapa lagi kalau bukan para eksekutif dan professional yang bekerja di office building sepanjang TB Simatupang. Sebut saja Arumaya, Izzara, Branz Simatupang, South Quarter ataupun Midtown Residence.
Untuk apartemen di Jakarta Selatan, harga unit untuk studio rata-rata sudah berada di kisaran Rp1 miliar ke atas. Ini harga yang terbilang sudah tinggi hanya untuk tipe studio. Menurut riset Leads Property Indonesia memperlihatkan tiga dari lima apartemen termahal di Jakarta berada di Jakarta Selatan. Seperti Sun and Moon Apartement di Kompleks The Dharmawangsa, Kebayoran Baru. Apartemen ini dibanderol dengan harga Rp110 juta per meter persegi di luar pajak. Langham Residence at District 8, Sudirman CBD yang dipasarkan dengan patokan harga Rp98 juta per meter persegi. Kemudian The Dharmawangsa Residence Tower 2, dipasarkan dengan harga Rp70 juta per meter persegi.
Tingginya harga apartemen di Jakarta Selatan tentunya tidak lepas dari harga tanah di Jakarta Selatan yang sudah tinggi. Menurut data Rumah. com Property Index, rata-rata harga lahan apartemen di kawasan Gatot Subroto pada 2018 lalu telah berada pada kisaran Rp30 juta-Rp80 juta per meter persegi. Harga yang tak jauh berbeda juga ditemukan di koridor TB Simatupang dan beberapa area lainnya di Jakarta Selatan.
Walaupun tidak segencar apartemen, landed house masih bisa ditemukan lebih ke dalam dari jalur utama Jakarta Selatan seperti sekitar Jagakarsa dan Lenteng Agung yang berbatasan dengan kawasan Depok. Ada pula beberapa perumahan lain yang tersebar di sekitar Bintaro yang berbatasan langsung dengan wilayah Tangerang Selatan. Untuk landed house menengah atas paling besar pertumbuhanya di Jakarta Selatan. Ini tidak lepas dari status ekonomi masyarakat di Jakarta Selatan yang terbilang tinggi. “Yang paling besar kalau secara proposional yaitu menengah atas atau di atasnya menengah. Kemudian di susul segmen atas,” ujar Anton.
Dampak Transportasi Massal

Lebih khusus untuk hunian vertikal yang sudah pasti berada di area-area yang lebih strategis. Bahkan disebut Central Business District (CBD), yakni koridor TB Simatupang juga Jalan Gatot Subroto hingga sebagian MT Haryono. Selain itu, juga tersebar di daerah Kemang, Pondok Indah, Kebagusan, Kalibata, Senopati, hingga Pejaten. Tentunya, tidak lengkap tanpa menyebutkan nama-nama kawasan yang sudah beken, seperti Kuningan, Setiabudi, juga Sudirman yang berada di segitiga emas CBD Sudirman- Thamrin-Kuningan-Gatot Subroto.
Properti residensial banyak menyebar mengikuti pergerakan infrastruktur, utamanya transportasi massal. Beberapa telah ada dan akan dibangun di simpul-simpul stasiun commuter line, mulai dari Stasiun Manggarai hingga Stasiun Tanjung Barat. Hampir semuanya merupakan hunian vertikal yang dikembangkan dengan konsep transit oriented dvelopment (TOD), atau setidaknya masih dalam radius 800 meter dari simpul transportasi massal tersebut.
PT PP Tbk bersiap membangun megaproyek TOD-nya di Stasiun Manggarai, dengan investasi ditaksir mencapai Rp215 triliun. Kawasan terintegrasi ini akan dikembangkan di lahan seluas 60 hektar yang bahkan disebut akan menjadi ikon internasional. Meski kini masih terhambat pembebasan lahan, namun proyek dengan investasi jumbo tersebut tetap masuk dalam salah satu proyek prioritas PT PP.
Berlanjut di sekitar Stasiun Cawang ada proyek LRT City Tebet – The Premiere MTH yang dikembangkan oleh PT Adhi Commuter Properti (ACP). Proyek yang juga menempel dengan Stasiun LRT tersebut berada di Jalan MT Haryono yang merupakan entrance gate Jakarta. The Premiere MTH merupakan bangunan mixed-use yang terdiri atas apartemen, office and commercial area dengan luas lahan 7.395 meter persegi. Masih di koridor MT Haryono, ACP juga membangun proyek perkantoran MTH 27 Office Suite dengan nilai investasi Rp1,6 triliun.
Sementara di sekitar Stasiun Kalibata, sudah ada proyek existing, superblok Kalibata City yang dikembangkan oleh Agung Podomoro Land dan Synthesis Development. Di lokasi sekitar stasiun ini pula, Perumnas dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah menyepakati kerjasama untuk membangun hunian TOD sebanyak 6.000 unit apartemen. Bahkan sinergi kedua BUMN ini juga diwujudkan dengan proyek barunya di sekitar Stasiun Pasar Minggu dan Tanjung Barat.
Untuk proyek Mahata Tanjung Barat di titik nol Stasiun Tanjung Barat, kini tengah memasuki fase konstruksi struktur atas. Saat ini sudah mencapai level 7 dari level basement. Mahata Tanjung Barat juga telah mengantongi IMB fondasi di tahun 2018 dan IMB definitif, sehingga pengembang optimis progres konstruksi proyek Mahata Tanjung Barat akan selesai tepat waktu, yakni di semester kedua tahun 2020. Dengan begitu, proses serah terima secara bertahap akan dilakukan mulai pertengahan 2021.
Proyek dengan investasi sekitar Rp720 miliar ini mendapat respons besar dari konsumen. Tercatat dua tower sudah hampir rampung terjual. Tower subsidi sudah sold out dan tower komersial mencapai lebih dari 85 persen. “Saat ini kami meluncurkan tower komersial berikutnya, dengan total hunian sekitar 440 unit yang dipasarkan mulai harga Rp500 jutaan,” ujar Anna Kunti, Direktur Pemasaran Perum Perumnas.
Persis di seberang Stasiun Tanjung Barat juga tengah dikembangkan proyek mixed use Southgate Residence oleh Sinar Mas Land (SML). Southgate dibangun di lahan seluas 5,4 hektar dengan nilai investasi sebesar Rp3,2 triliun, mengusung konsep “where urban luxury meets green living”.

Southgate terdiri dari 2 tower hunian strata title yang merangkum sekitar 500 unit. Lokasi yang strategis, berdekatan dengan Stasiun Tanjung Barat juga akses pintu tol mendongkrak kenaikan signifikan proyek tersebut. Pada pre launching, 25 Februari 2017 lalu, dijual mulai Rp1,3 miliar untuk yang tipe 1 kamar tidur. Hingga Maret 2018 lalu, harganya sudah naik 7 persen dan akan terus berlanjut. Bahkan diperkirakan potensi investasi dari pasar sewa juga cukup menggiurkan dengan yield berkisar 8 persen hingga 10 persen.
Proyek joint venture antara SML bersama dengan dua perusahaan Jepang, yaitu Keikyu Corporation dan PT Itochu tersebut telah memasuki penjualan tower kedua sejak awal Maret 2019 lalu. Harganya kini berkisar mulai Rp2,5 miliar sudah termasuk pajak. Menurut Hongky J. Nantung, CEO Commercial Sinar Mas Land, kehadiran proyek ini turut menggairahkan pembangunan properti di kawasan Jakarta Selatan. “Kami menawarkan 25 fasilitas premium yang saling terintegrasi,” ungkapnya.
Bergeser ke sisi MRT Jakarta, sejumlah pengembang besar sudah dan akan membangun proyek prestisiusnya. Ada CORE (Creative Office and Residence) Cipete di titik nol Stasiun MRT Cipete yang dikembangkan oleh PT Jaya Real Property, Tbk (JRP). Proyek dengan investasi Rp200 miliar berada di lahan 2.600 meter persegi. Akan ada apartemen setinggi 17 lantai dengan 199 unit dijual mulai sekitar Rp1-3 miliar.
PT Intiland Development Tbk (Intiland) bahkan memiliki beberapa proyek yang terintegrasi MRT. Antara lain 57 Promenade yang berada di Kawasan Hotel Indonesia, Intiland Tower di Sudirman, 1 Park Avenue yang berdekatan dengan Blok M, South Quarter di Fatmawati, serta South Grove, Serenia Hills, dan Poins Square yang dekat dengan Stasiun Lebak Bulus Grab.
Untuk proyek mixed-use South Quarter, Intiland akan meluncurkan hunian vertikal South Quarter Residence. Pengembangan tahap II ini akan difokuskan untuk 2 menara hunian setinggi 23 lantai selepas 3 menara perkantoran pada tahap pertama. Proyek tersebut akan menyasar segmen menengah atas yang akan dirilis sebanyak 336 unit. Apartemen dijual mulai Rp1,6-5 miliar. Kawasan South Quarter seluas 7,2 hektar hanya berjarak sekitar 500 meter dari Stasiun MRT Lebak Bulus Grab.
Bahkan Intiland juga telah menjalin kerjasama strategis dengan PT Menara Prambanan – pengembang Poins Square – untuk mengaplikasikan konsep baru sekaligus mengintegrasikan Poins Square langsung dengan Stasiun Lebak Bulus. “Lokasinya sangat strategis, di samping stasiun MRT Lebak Bulus, sehingga akan menjadi simpul pertemuan utama bagi warga yang memanfaatkan moda transportasi tersebut,” kata Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar juga telah enyampaikan rencana besar dalam memodernkan wajah kawasan Lebak Bulus. Nantinya, kawasan tersebut tidak hanya sekadar sebagai Depo MRT, namun bakal terintegrasi dengan berbagai fasilitas di sekitarnya. Dalam rencana tersebut, nantinya akan dibangun transit plaza Lebak Bulus yang berfungsi sebagai drop off dan pick up penumpang kendaraan pribadi atau daring. Kemudian menghubungkan Poins Square dengan Stasiun Lebak Bulus Grab melalui jembatan pejalan kaki (pedestrian bridge).
“Segera akan mulai dicanangkan pengembangan kawasan Lebak Bulus menjadi TOD atau kawasan berorientasi transit. Lokasinya tepat di depan Poins Square. Nanti akan dibangun pedestrian bridge atau sky bridge sepanjang sekitar 200 meter yang menghubungkan Poins Square dan Stasiun Lebak Bulus Grab yang dilengkapi dengan akses lift,” terang William.
Tidak hanya itu, bahkan MRT Jakarta juga akan mengembangkan proyek TOD di beberapa stasiun lain, seperti di Stasiun Dukuh Atas. Antara lain dengan Perumda Pasar Jaya untuk pemanfaatan lahan eks Pasar Blora seluas 3.129 meter persegi. Lahan ini akan digunakan sebagai bangunan dan fungsi campuran.
“Banyak potensi komersial yang bisa kita kerjakan. Setelah lahan eks Pasar Blora ini, ada juga di Bendungan Hilir, Blok A, dan Fatmawati. Saya rasa kita perlu tim khusus mengenai hal ini,” kata Direktur Utama PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin.

Selain hunian, area komersial seperti Blok M Plaza yang dikelola oleh PT Pakuwon Jati Tbk terdampak pada naiknya okupansi pusat belanja tersebut hingga 100-150 persen. Hadirnya MRT membawa harapan baru. Pasalnya, setelah munculnya mal-mal baru yang modern, kawasan perbelanjaan Blok M sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Kita ingat kejayaan kawasan Blok M di era 90-an. Tetapi kini setelah terkoneksi dengan MRT Jakarta, pengunjung Blok M Plaza pun bisa mencapai 20-25 ribu orang per hari. Bandingkan dengan sebelumnya yang hanya sebanyak 8-10 ribu orang per hari.
Pencapaian tersebut sejalan dengan riset lembaga konsultan properti Jones Lang LasSalle (JLL). Catatan JLL menyebutkan harga sewa properti untuk kebutuhan retail juga naik 20 persen sebagai dampak dari adanya MRT.
Pergerakan Merata
Selain di sisi transportasi massal, pergerakan properti juga menyebar hampir merata seantero Jakarta Selatan. Beberapa di antaranya seperti Synthesis Residence Kemang yang dikembangkan oleh Synthesis Development. Apartemen 3 menara ini mengusung konsep etnik modern, kental akan nuansa Jawa. Proyek di lahan 2 hektar telah terjual hingga 60 persen dan 95 persen untuk tower Nakula dan Sadewa. Sementara progres pembangunannya telah mencapai lantai 23 dan 26 dari total 33 lantai. “Sekitar Desember tahun ini akan kami topping off,” kata Dwi Handayani, Sales Manager Synthesis Residence Kemang.
Untuk diketahui, tahun 2016 lalu apartemen Synthesis Residence Kemang dibanderol dengan harga mulai Rp35-36 juta per meter persegi atau setara Rp1,1 miliaran untuk tipe 1 bedroom (32,20 m2). Tipe yang sama saat ini sudah berkisar mulai Rp1,3-4 miliaran. “Harga kami masih lebih kompetitif dibandingkan dengan apartemen sekitar sini. Dengan begitu, peluang kenaikannya pun lebih besar,” ungkap Dwi. Dia menambahkan, rata-rata okupansi apartemen sekitarnya mencapai 80 persen dengan yield antara 8-10 persen.
Persis di koridor TB Simatupang berjejer proyek-proyek hunian maupun perkantoran yang menawarkan berbagai keunggulannya. Ada Izzara Apartment yang terintegrasi dengan The Sima Office Tower yang dikembangkan oleh Alila Group dan Grage Group. The Izzara telah mengalami lonjakan harga cukup tinggi. Pada awal pemasaran 2015, harga masih di angka Rp21 juta per meter persegi. Sementara pada Februari 2018 lalu harga sudah melonjak di kisaran Rp40 jutaan per meter persegi.
Kemudian ada Branz Simatupang yang dikembangkan oleh pengembang Jepang, Tokyu Land. Di sisi yang sama juga tengah dikembangkan apartemen Arumaya, proyek kolaborasi antara Astra Property dan Hongkong Land. Proyek di lahan 2,6 hektar ini ditargetkan rampung dan mulai diserahterimakan pada tahun 2022 mendatang.
Di kawasan Pejaten ada Vasaka Solterra yang dikembangkan Waskita Realty. Apartemen dua menara ini dibangun di lahan seluas 11.124 meter persegi yang merangkum sebanyak 1.058 unit. Kemudian di koridor Permata Hijau, Kebayoran Lama ada Permata Hijau Suites yang dikembangkan oleh konsorsium Pulau Intan Development dengan Terry Palmer Group. Apartemen dua tower sebanyak 649 unit yang dijual mulai Rp1,3 miliaran atau sekitar Rp29-32 juta per meter persegi. Tahun 2017 lalu harga jual sudah melonjak mulai Rp24 juta per meter persegi.
Perkantoran
Selain hunian, bisnis perkantoran juga sangat prospektif di kawasan ini. Adapun The Sima yang terdiri dari 30 lantai dengan 3 lantai retail area memiliki floor plate area seluas sekitar 2.000 m2 dengan total gross area sekitar 100.000 m2. Saat ini juga sudah mulai dipasarkan. Sementara harga sewa berkisar mulai Rp385.000 per meter persegi per bulan.

Hampir serupa, CIBIS Nine, gedung perkantoran yang dikembangkan oleh PT Bhumyamca Sekawan juga mematok harga sewa ruang perkantoran di atas Rp300.000-an per meter persegi per bulan. Gedung perkantoran ini dibangun seluas 60.000 meter persegi yang terdiri dari 16 lantai. Ukuran luas per lantai berkisar 4.000 meter persegi. Di sini juga tersedia Matrix Smart Suite, yakni ruang kantor bergaya urban, serupa coworking space yang dipasarkan sekitar Rp1,8 miliar (termasuk PPN) untuk ukuran 45 meter persegi. Hingga kini, tingkat keterisian ruang perkantoran di CIBIS Nine sudah mencapai 100 persen. Rata-rata ruang perkantoran memang untuk disewakan. Hanya sekitar 20 persen yang dijual.
Sedangkan perkantoran terpadu South Quarter yang dikembangkan oleh Intiland terdiri dari tiga menara setinggi 20 lantai dengan luas 123.000 meter persegi yang dilengkapi fasilitas ritel pendukung seluas 12.500 meter persegi. Adapun harga jual perkantoran berbentuk kubah atau dome ini berkisar di atas Rp37 juta per meter persegi. Sementara harga sewa di atas Rp280.000 per meter persegi per bulan. ● (Pius Klobor, Hendaru)