DIA MILIKKU……
Pada suatu pagi, baru saja saya melonjorkan kaki sehabis penat berkutat dalam macetnya lalu lintas, saya dikejutkan dengan masuknya staf bagian administrasi penjualan secara tiba-tiba.
“Pak aduh pusing nih pak, sales tadi ribut,“ katanya sambil menunjukkan muka kesalnya.
Saya terdiam sejenak. Baru juga saya berniat santai sebentar, ternyata tugas mulai datang lagi.
“Memangnya ada apa sih?“ jawab saya santai.
Dia mulai menceritakan duduk perkaranya seringkas mungkin. Ternyata tadi pagi sebelum saya datang ke kantor, ada dua orang tenaga penjual yang beradu mulut saling mengklaim seorang konsumen yang telah melakukan transaksi pembelian rumah di proyek kami. Usut punya usut ternyata memang keduanya mengenal si konsumen tersebut.
“Tolong panggil mereka“. Saya selalu berpikir lambat laun masalah seperti ini pasti akan terjadi. Hampir di setiap kasus pertengkaran antar tenaga penjualan berkenaan dengan masalah ini. “Itu konsumen saya” atau “itu bukan konsumen kamu.“ Jarang tenaga penjual yang dengan berbesar hati mengatakan “itu konsumen kamu, untuk kamu saja.“
“Saya mau tanya sebenarnya siapa yang kenal konsumen ini?” tanya saya. Tanpa aba-aba kedua tenaga penjual tersebut mulai berebutan menjawab.
“Saya pak, dia sudah saya kenal di pameran.”
“Dia datang langsung ketemu saya di kantor Pak.” Tenaga penjual yang lain pun tidak mau ketinggalan menimpali.
“Oke…, jadi siapa yang duluan mengenal konsumen ini?” tanya saya lagi. Dua orang tersebut mulai saling menengok satu sama lain ingin memastikan siapa yang lebih dahulu mengenal konsumen tersebut. Akhirnya Gino, seorang tenaga penjual tersebut menjawab.
“Saya duluan Pak,” jawab Gino cepat-cepat.
“Oke…jadi anda telah kenal lama bapak ini,” tanya saya lagi memastikan.
“Terus, siapa yang melakukan transaksi?” Langsung saja Danto, tenaga penjual yang satunya, mengajungkan jari.
“Nah.. Mengapa transaksi bisa sama kamu?”, tanya saya lagi.
Kasus seperti ini banyak terjadi bukan? Nah jika demikian apa yang biasanya dilakukan seorang manager? Terlepas dari mental tenaga pemasar dalam merebut calon konsumen dengan sengaja, banyak tenaga pemasar yang memasang target hanya untuk berkenalan atau sekedar mencatat nama konsumen yang dikenalnya. Namun setelah itu tidak ada proses follow up dan melakukan pendekatan lebih lanjut. Yang terjadi kemudian adalah ketika calon konsumen tersebut telah melakukan transaksi ke orang lain, tenaga pemasar ini barulah ribut sendiri dan merasa menjadi miliknya. Jadi… kenapa calon konsumen memilih tenaga pemasar lain bila telah kenal tenaga pemasar sebelumnya? Agaknya ada sesuatu yang harus diluruskan!