Panel surya merupakan yang masuk dalam kategori Energi Baru Terbarukan (EBT) yang memanfaatkan paparan sinar matahari sebagai sumber energi. Energi baru terbarukan adalah energi yang didapat dari sumber daya alam yang tidak terbatas atau tidak akan pernah habis walaupun digunakan setiap hari. Sedangkan energi baru tak terbarukan adalah energi yang bersumber dari fosil yang terbentuk dari ribuan bahkan jutaan tahun, energi tersebut jika terus-menerus digunakan akan habis. Energi baru terbarukan hadir sebagai solusi saat semakin menipisnya ketersediaan energi fosil.
baca juga, Lebih Untung Beli Rumah di PropVaganza 2024 Ketimbang di Marketing Gallery, Cek Promonya
Greenpeace Indonesia pernah melakukan survei pada tahun 2020 bahwa lebih dari 80 persen warga Jakarta ingin memasang panel surya di rumahnya. Namun, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hadi Priyanto, mengatakan, sangat disayangkan potensi ini perhambat kebijakan pemerintah. Salah satunya revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 yang mengatur pemasangan panel surya pada atap.
Revisi tersebut mengakomodasi memo internal PLN yang membatasi kapasitas pemasangan surya atap hanya 10 – 15 persen dari kapasitas terpasang. Aturan ini dianggap menghambat pengembangan energi terbarukan dalam rencana ketenagalistrikan, khususnya energi surya.
“Transisi energi tidak akan bisa berjalan, energi surya akan tidak kompetitif harganya jika dari tiap lembaga negara tidak memiliki kemauan yang serius untuk bertransisi melalui payung hukum yang mereka ciptakan,” kata Hadi.
Apa itu Panel Surya?
Dilansir dari Electrical Engineering UMY, panel surya adalah kumpulan sel surya yang dibentuk atau disusun sedemikian rupa agar efektif dalam menyerap sinar matahari dan akan dikonversikan menjadi listrik yang bisa digunakan sehari-hari. Sedangkan alat yang digunakan untuk menyerap sinar matahari adalah sel surya. Sel surya sendiri terbuat dari lapisan silikon yang bersifat semi konduktor, metal, anti reflektif, dan
strip konduktor metal.
Sel surya merupakan sebuah perangkat yang terdiri dari komponen yang dapat mengubah energi dari sinar matahari dan dapat dikonversi menjadi energi listrik. Namun, tegangan yang dihasilkan sebuah sel surya sangatlah kecil, hanya sekitar 0,6V tanpa beban atau 0,45V dengan beban.
Agar listrik yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan manusia, kita harus menggunakan banyak sel surya agar kebutuhan listrik harian dapat
tercukupi. Pada umumnya untuk mendapatkan tegangan listrik yang lebih besar maka diperlukan lebih banyak sel surya. Gabungan dari beberapa sel surya disebut Panel Surya atau modul surya. Susunan sekitar 10 – 20 atau lebih panel surya akan mengalirkan tegangan yang cukup untuk kebutuhan sehari hari. Jika tegangan tersebut kurang mencukupi, maka harus ada lebih banyak lagi sel yang digunakan. Ada beberapa jenis sel surya yang beredar di pasaran diantaranya; Monocrystalline Silicon, Polycrystalline Silicon, Thin Film Solar Cell dan Compound Thin Film Triple Junction Photovoltaic.




1. Monocrystalline Silicon
Panel surya Monocrystalline Silicon merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena diklaim alat tersebut merupakan salah satu yang paling efisien dari segi p e n y e r a p a n cahaya matahari, d i b a n d i n g k a n yang lainnya. Efesiensi tersebut dari sisi pengkonversian cahaya matahari yang diubah menjadi energi listrik, hingga mencapai 15%. Namun agar bisa bekerja dengan maksimal, alat tersebut membutuhkan cahaya yang sangat terang dari matahari. Ia akan mengalmi penurunan efisiensi saat cuaca berawan atau mendung. Alat ini berbentuk silikon tipis dengan memiliki warna hitam.
2. Polycrystalline Silikon
Jenis panel surya ini terbentuk dari batangan silikon yang dicairkan, lalu dibentuk. K e l e b i h a n alat ini adalah secara estetika, bentuknya
lebih rapat dan rapi. Dari segi tampilan, panel surya ini memiliki aksen retakan-retakan yang terdapat pada sel surya. Kekurangan dari panel surya ini bisa dikatakan mirip dengan monocrystalline silicon, Jika daya yang dihasilkan bisa maksimal, maka cuaca harus terik sinar matahari. Jika dibandingkan dengan monocrystalline, polycrystalline memiliki efisiensi yang lebih rendah, namun agar daya listrik yang dihsilkan bisa sama, maka dibutuhkan
3. Thin Film Solar Cell
Panel surya yang selanjutnya adalah thin film solar cell. Jika dibandingkan dengan panel surya yang sebelumnya, alat ini terbilang paling jarang digunakan untuk di skala rumahan, rata-rata digunakan untuk kebutuhan komersial saja. Sesuai dengan namanya, panel surya ini memiliki ukuran yang sangat tipis dan juga memiliki sifat sangat fleksibel, selain itu bobotnya pun lebih ringan.
Panel surya ini yang dibuat menggunakan sel surya yang tipis kemudian dipasangkan pada sebuah lapisan khusus. Jika dilihat secara fisik, solar panel ini merupakan film solar sel yang memiliki dua lapisan namun tetap terlihat tipis.
Kelebihan alat ini, dapat bekerja sangat baik pada cahaya fluorescent atau lampu pijar yang banyak digunakan sebagai alat penerangan baik di rumah maupun di perkantoran. Kekurangan alat ini terdapat pada efektivitas yang tergolong rendah. Alat ini hanya bisa menyerap cahaya matahari sebesar 8,5% jika luasnya sama dengan monocrystalline.
4. Compound Thin Film Triple Junction Photovoltaic
Compound Thin Film Triple Junction Photovoltaic merupakan panel surya yang memiliki tiga lapisan. Namun panel surya ini tidak bisa digunakan untuk kebutuhan dan aktivitas rumahan sehari-hari seperti memanaskan air, menyalakan alat elektronik, dan pompa air.
Pada dasarnya panel ini digunakan sebagai perangkat yang diterbangkan ke luar angkasa, karena efisiensinya sangat tinggi. Bahkan perangkat ini mampu menghasilkan daya listrik hingga 45% lebih baik dibandingkan panel surya lainnya. Namun panel surya ini memiliki kekurangan, yaitu bobotnya yang terlalu besar dan juga mudah rapuh jika dibandingkan dengan panel surya lainnya.