Bak Hero di Marvel Film, bank-bank nyaris kalah di awal wabah pandemi Covid-19. Kini bangkit dengan strategi baru. Hasilnya, pertumbuhan positif KPR sejak Juni dan Juli 2020.
Baca juga, Melalui Program BSPS, Satu Desa di Gorontalo Jadi Destinasi Wisata Baru
Pandemi Covid-19 yang mulai merebak di Indonesia sejak Maret lalu, telah menghambat pertumbuhan bisnis berbagai sektor usaha. Sektor perbankan pun mengalami tekanan berat, terutama di masa-masa awal pandemi. Apalagi sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), masyarakat cenderung semakin wait and see, sehingga berdampak pada turunnya daya beli.
Tidak ingin terjerembab lebih jauh ke jurang yang lebih dalam, Presiden Joko Widodo telah mengimbau untuk dikeluarkannya kebijakan stimulus guna membantu masyarakat yang terdampak langsung Covid-19 tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun merespon dengan mengeluarkan Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Kebijakan OJK yang berlaku sejak April lalu itu, dianggap dapat memberikan nafas lebih panjang bagi para pelaku usaha, terutama pada sektor UMKM, dan beberapa sektor lainnya yang sangat terdampak.
Perbankan pun sangat mendukung adanya peraturan OJK ini. Suryanti
Agustinar, Executive Vice President PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan, bank-bank di Indonesia, khususnya Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mandiri), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BNI), dan BTN, sangat mendukung kebijakan pemerintah melalui OJK tersebut.
“Kebijakan ini mencakup pemberian aturan permohonan restrukturisasi kredit untuk debitur terdampak Covid-19. Kebijakan ini penting direalisasikan bank untuk menghindari kondisi debitur wanprestasi akibat terdampak Covid-19,” ujar Suryanti.
PT Bank CIMB Niaga Tbk pun aktif memberikan dukungan kepada nasabahnya (eksisting) dengan melakukan stimulus Covid-19 melalui
restrukturisasi pinjaman KPR. Heintje F Mogi, Mortgage and Indirect Auto Business Head CIMB Niaga mengungkapkan, salah satu langkah yang dilakukan adalah memberikan pricing KPR yang rendah. “Restrukturisasi sudah dilakukan sejak April lalu, totalnya mencapai 20 persen dari portfolio KPR CIMB Niaga. Kami ingin menjadi teman bagi nasabah ketika mereka mengalami masa yang sulit seperti Covid ini,” sebut Heintje.
Demikian halnya BRI, juga gencar melakukan restrukturisasi. Handaru
Sakti, Kepala Divisi Consumer Landing Sales and Development (CLSD) BRI mengatakan, restrukturisasi yang dibarengi dengan penyaluran kredit yang sehat dan selektif mampu membuat NPL BRI terjaga di angka 3,12 persen dengan NPL Coverage 203,47 persen pada akhir September 2020. “NPL BRI tercatat di bawah NPL industri perbankan pada September 2020 sebesar 3,15 persen,” ujarnya.
PT Bank Central Asia Tbk juga memberikan dukungan yang sama terhadap kebijakan pemerintah melalui OJK dan BI, baik terkait menjaga kualitas kredit dengan memberikan restrukturisasi maupun dalam penglepasan kredit baru dengan diturunkannya suku bunga acuan kredit. “Sejak awal tahun, kami fokus untuk menjaga kualitas kredit KPR sekaligus mendukung penglepasan kredit baru melalui program suku bunga menarik,” kata Felicia M. Simon, Executive Vice President of Consumer Loan BCA.
Sampai dengan Q3 2020, total kredit BCA yang direstruktur mencapai Rp81,6 triliun dan komposisi kredit konsumer (termasuk KPR) terhadap total kredit yang direstruktur sebesar 26 persen.
Sementara Bank Mandiri, sejak tiga bulan pertama Covid-19 (April, Mei dan Juni), kebijakannya fokus pada restrukturisasi kredit nasabah eksisting. Ignatius Susatyo Wijoyo, Executive Vice President Consumer Loans Group Bank Mandiri menjelaskan, hingga saat ini, Bank Mandiri sudah menyelesaikan restrukturisasi kredit terhadap nasabah debitur dengan outstanding sekitar Rp9,5 triliun.
“Terus terang, secara bisnis Bank Mandiri menjadi agak tertahan. Kalau biasanya per bulan penyaluran Mandiri KPR mencapai Rp800- 900 miliar, menjadi rata-rata Rp300 miliaran pada bulan April sampai dengan Juni 2020 tersebut,” ujar Susatyo. Imbas Covid-19 tersebut, diakuinya, membuat industri perbankan menjadi jauh lebih selektif dan berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya, termasuk dalam menyalurkan kredit properti.
Gerak Cepat
Berbagai bentuk penyesuaian dilakukan mengikuti perubahan pada masa kenormalan baru (new normal). Perubahan terbesar adalah beralih kepada teknologi digital, baik pada pelayanan maupun transaksinya.
“Perubahan besar yang sudah kami lakukan adalah meningkatkan penggunaan channel digital, seperti aktivitas penjualan dan pemasaran dengan menggunakan sosial media, termasuk bekerjasama dengan e-commerce,” ungkap Irwan Gurning, PGS Pemimpin Divisi BNI.
Salah satu strategi KPR BNI adalah penggunaan online aplikasi atau e-form. Untuk nasabah BNI yang menghindari tatap muka atau enggan mendatangi bank, cukup mengisi pengajuan KPR BNI Griya melalui e-form. E-form dapat diakses dengan berbagai cara, seperti di website BNI atau BNI Mobile Banking serta melalui akses link. Selain itu, BNI juga menggelar pameran properti secara online (virtual expo).
Namun jauh sebelum adanya Covid-19, kata Irwan, BNI telah memanfaatkan channel digital untuk kemudahan transaksi nasabah, seperti transaksi melalui SMS Banking, Internet Banking, dan Mobile Banking. “Namun dengan kondisi saat ini, BNI semakin aktif dalam meningkatkan performa dari pelayanan digital, seperti untuk pengajuan permohonan kredit KPR, kartu kredit dan bahkan pembukaan rekening pun sudah dapat dilakukan secara digital,” lanjutnya.
Bank Mandiri pun semakin gencar di media online, termasuk media sosial, juga menjalin kerja sama dengan portal properti untuk mengadakan pameran properti, maupun kerja sama dengan e-commerce untuk memperluas marketing channel. Pada hari-hari peringatan nasional, seperti Hari Sumpah Pemuda Bank Mandiri kerja sama dengan developer rekanan unggulan mengadakan online talkshow untuk menggarap pasar milenial. “Event-event secara online seperti ini cukup membantu setidaknya meningkatkan awareness Mandiri KPR,” sebut Ignatius.
Soal digitalisasi, CIMB Niaga juga tidak kalah. Beberapa inisiatif yang sudah dan akan segera dijalankan, seperti proses KPR secara otomasi melalui enhancement pada program LOS Mortgage, kemudian aplikasi OctoFriends yang dapat digunakan untuk memberikan referral secara digital, serta proses digitalisasi untuk pengajuan KPR yang terintegrated, baik untuk nasabah baru maupun nasabah eksisting.
BCA pun melakukan sejumlah terobosan dalam hal digitalisasi tersebut. KPR BCA, misalnya, meluncurkan layanan berbasis digital melalui website rumahsaya.bca.co.id yang dilengkapi dengan berbagai fitur pengajuan KPR secara online, antara lain pengajuan KPR melalui e-form, tracking status pengajuan KPR melalui website bca.co.id dan website rumahsaya.bca.co.id, sehingga layanan dan informasi KPR dapat diakses dari manapun dan kapanpun.
Aktivitas penjualan juga disesuaikan dengan kondisi saat ini, semisal expo yang sifatnya online. BCA juga akan terus melakukan penawaran melalui jaringan kantor-kantor cabang BCA, para rekanan developer dan property agent, serta melalui channel digital. “Melalui layanan ini, nasabah maupun masyarakat umum dapat dengan mudah menikmati berbagai layanan maupun informasi KPR BCA dimanapun dan kapanpun, tanpa perlu ada tatap muka, tanpa adanya batas ruang dan waktu,” ungkap Felicia.
BRI juga mengubah strategi marketing yang sebelumnya face to face
menjadi secara digital. Bahkan saat ini sudah lebih dari 100 ribu masyarakat yang mengunduh dan mengajukan KPR BRI melalui aplikasi
BRISPOT. “BRISPOT juga merupakan upaya edukasi nasabah dalam pengajuan kredit secara digital secara mudah, cepat dan transparan.
Calon debitur sangat antusias dengan aplikasi ini,” tambah Handaru.
Mulai Tumbuh
Melalui berbagai penyesuaian dan terobosan yang dilakukan
selama pandemi, industri perbankan pun mulai tumbuh. Rata-rata
melaporkan pertumbuhan positif pada kuartal III 2020. Namun
demikian, pencapaian tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan raihan pada tahun lalu (kondisi normal). “Kami melihat
realisasi KPR saat ini masih cukup bagus, memang tidak bisa
dibandingkan dengan kondisi normal. Sejauh ini sudah melebihi
ekspektasi kami dalam masa pandemi ini,” ungkap Felicia.
Dia menjabarkan, segmen residensial terdampak dari sisi permintaan
terutama dari konsumen investor yang menahan investasi propertinya.
Namun fundamental segmen residensial masih cukup baik didukung jumlah backlog properti yang masih tinggi dan peningkatan jumlah masyarakat milenial. Segmen residensial ini juga diperkirakan akan
menjadi segmen yang pulih lebih cepat.
Ini juga tidak lepas dari pembelian properti, terutama di kelas menengah bawah, yang cenderung didorong kebutuhan, bukan hanya sekadar memenuhi keinginan. “Fungsi sebagai kebutuhan inilah yang membuat permintaan properti akan selalu ada dan tidak mudah tergantikan,” terangnya.
Menariknya adalah di segmen kawasan industri. Seperti segmen lainnya, kinerja kawasan industri juga mengalami tekanan. Namun, khusus untuk pergudangan, kondisinya relatif jauh lebih baik. Pembatasan sosial dan banyaknya pusat perbelanjaan yang tutup mendorong peralihan belanja masyarakat dari offline ke online. Ini memerlukan kelancaran distribusi dan logistik dan pada akhirnya menciptakan permintaan baru akan pergudangan.
Dampak dari tingginya kebutuhan akan properti juga terlihat dari pertumbuhan bisnis BRI. Handaru meyakini, meski pandemi berdampak pada masyarakat luas, namun kebutuhan akan hunian tetap ada. “Masyarakat tidak membatalkan niat pembelian properti, mereka hanya menunda atau memilih properti yang lebih murah. Untuk itu, saya harus bisa menjual produk yang kira-kira cocok buat mereka yang terdampak, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah,” katanya
Pertumbuhan penjualan properti residensial nasional secara yoy di Q1 2020 minus 43 persen, dan mengalami perbaikan pada Q2 2020 menjadi minus 25 persen secara yoy. “Di sisi kredit yoy Q2 2020, kredit properti di Indonesia tumbuh 4 persen jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit KPR BRI adalah sebesar 12,6 persen. Artinya, kalau saya melakukan ekspansi masih ada ruang cukup terbuka namun tetap harus lebih selektif, saya tetap harus menjaga kualitas,” kata Handaru.
Untuk menjaga pertumbuhan bisnis kredit properti di BRI, salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan memperbanyak dan memperluas jangkauan produk. Properti dengan target pasar menengah ke bawah hingga properti bersubsidi pemerintah, kini juga menjadi fokus BRI.
Adapun hingga akhir Kuartal III 2020, secara konsolidasian BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp935,35 triliun atau tumbuh sebesar
4,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp891,97 triliun. Ini lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit industri sebesar 0,12 persen (data OJK September 2020).
Penyokong utama pertumbuhan kredit BRI adalah segmen mikro dan segmen ritel menengah, dimana penyaluran kredit mikro tumbuh 8,91 persen secara yoy dan kredit ritel menengah tumbuh 9,93 persen secara yoy dibandingkan posisi akhir September 2019.
BNI juga mulai mengalami pertumbuhan KPR sejak Juli, dibandingkan
dengan S1 2020, ditambah dengan adanya event virtual expo ke-2, pada 11 November sampai 12 Desember. Sementara secara akumulatif, penyaluran KPR BNI hingga Oktober 2020 sudah mencapai Rp7 triliun. “Kami optimis dapat melampaui angka Rp9 triliun di Desember 2020 ini. Kita tahu backlog perumahan masih cukup tinggi. Artinya, potensi KPR berdasarkan kebutuhan perumahan masih besar,” tambah Irwan. ● [Pius Klobor]