MENJELAJAHI SURGA KULINER MALANG
“Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij…”
”Tambah lagi dong nasi gorengnya!” begitulah kira-kira terjemahan lirik lagu ”Geef mij maar nasi goreng”, yang dilantunkan Oma Wieteke Van Dort. Geef mij maar nasi goreng liriknya berbahasa Belanda, dan ditebari sejumlah kosakata makanan khas Jawa Timur seperti sambal, krupuk, bandeng, trasi, tahu petis, ketela, bakpao, ketan, gula jawa, lontong, onde-onde, sampai kue lapis. Lagu ini mengingatkan pada masa kecil yang saya habiskan di Kota Malang, surga kuliner di Jawa Timur.
Malang, kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur yang berjarak 90 km ke Selatan Surabaya, terletak di dataran tinggi sehingga mempunyai udara yang sejuk. Wilayahnya dikelilingi oleh gunung-gunung. Dengan alamnya yang indah dan lingkungan kota yg bersih, tak heran bila kota ini dijuluki Paris of East Java. Kekayaan kulinernya yang legendaris bisa menjadi pilihan kalau ke Malang. Sebaiknya, sediakan waktu 2-3 hari untuk menjelajahi Kota Bunga ini sambil bernostalgia.
Di Malang banyak sekali makanan yang enak-enak sekaligus sangat murah. Bakso Bakar (hanya ada di Malang), Bakso Malang (kuah dan bakso yang khas Malang), Kripik Tempe dan Brownies Tempe (yang menjadi oleh-oleh wajib), Cwie-Mie, STMJ, dan banyak lagi lainnya. Belum lagi depot rawon yang cukup kondang seperti Rawon Nguling, Rawon Glintung, dan Rawon Taman Gayam. Kuah rawon yang berwarna hitam tak terlalu pekat, dipadu potongan daging besar-besar dan empuk sungguh nikmat disantap. Boleh juga mampir ke Depot Asri di Jl. Dr Cipto yang ada sejak tahun 1969. Hidangan sayur lodeh tahu dengan potongan tahu dan tempe goreng khas Malang dijamin bikin lidah bergoyang. Warung Pecel Kawi di Jl. Kawi Atas tersohor dengan rasa dan aroma bumbu kacangnya yang khas.
Menjelang siang, cocok rasanya menyantap sajian berkuah segar. Misalnya ke Jl. Batanghari No. 5, di mana terdapat Bakso President yang diawali sejak tahun 1977 oleh Abah Sugito. Sajian segar lainnya bisa didapat di Depot Soto Ayam Lombok. Kuliner legendaris ini sudah ada sejak 1955 dan hingga kini tak pernah sepi pembeli.
Belum ke Malang jika tidak mengunjungi Toko Oen di Jl. Basuki Rahmat. Toko bernuansa kolonial ini berdiri sejak 1930 dan terkenal dengan menu Oxtongue Steak atau bistik lidah yang super lekker! Jangan lupa satu skup es krim homemade dengan berbagai pilihan aneka rasa sebagai penutup petualangan kuliner.
Berikut ini beberapa tempat kuliner yang masuk daftar wajib jika berkunjung ke Malang:
Pangsit Mie Bromo Pojok (Jl. Pattimura No. 53)
Mie pangsit yang sudah dirintis sejak tahun 1983 ini lokasinya kurang lebih 10 menit berjalan kaki dari Stasiun Kota Baru, Malang. Buka setiap hari sejak pukul 9 pagi – 4 sore, ada sekitar 50 kursi yang bisa ditempati. Pangsit mie malang di tempat ini berbeda dengan mie ayam di Jakarta. Yang membedakan adalah taburan abon ayam yang putih gurih berpadu sempurna dengan kuah kaldu, ditambah 2 potong pangsit goreng. Pilihan racikan resepnya ada pangsit mie biasa, pangsit mie jawa, pangsit mie ayam lada hitam, pangsit mie bakso, pangsit mie siomay, pangsit mie tahu isi, pangsit mie sosis keju, pangsit mie istimewa, dan pangsit mie ayam jamur. Semuanya dengan pilihan topping plus pangsit goreng. Di mangkuk terpisah disajikan kuah bening dan gurih.
Saya mencoba memesan Pangsit Mie Istimewa. Mie yang diracik agak besar, dengan taburan ati ampelanya luar biasa banyak yang dimasak dengan cara diungkep sehingga ampela tidak alot sama sekali. Rasa manis ati-ampela ini berpadu serasi dengan asin-gurih abon ayam dan bumbu mie itu sendiri. Pangsit gorengnya renyah dan garing, dan potongan daun selada menciptakan rasa segar sebagai penyeimbang.
Kedai ini juga menyajikan aneka ‘es gunung’ yang cantik dan segar. Dibentuk kerucut menyerupai gunung dengan taburan candy biscuit dan sirup warna-warni. Memang selintas hampir sama dengan es campur biasa, tapi bentuk dan rasanya sangat unik.
Resto Inggil Malang (Jl. Gajah Mada No. 4)
Belajar sejarah bisa dilakukan di mana saja, termasuk di tempat makan. Konsep inilah yang ditawarkan Inggil Resto, sebuah restoseum, yaitu gabungan rumah makan dan museum. Resto ini selalu menjadi rujukan bagi warga Malang untuk makan atau sekadar kongkow dengan teman atau keluarga. Lokasinya yang strategis di pusat kota, sekitar 300 meter arah barat Stasiun KA Kota Baru, menjadikan Inggil Resto sangat mudah dijangkau dan menjadi tempat rendezvous makan siang atau malam.
Inggil itu artinya tinggi, dan sepertinya pemilik resto ingin menunjukkan bahwa kita berangkat dari budaya yang tinggi. Bangunan resto seluas 1.000 meter persegi pun disulap khusus untuk membangkitkan ingatan dan rasa ingin tahu pengunjung tentang sejarah bangsa, sekaligus menikmati sajian khas masakan Indonesia. Saat kaki melangkah masuk,
aya disambut alunan musik gamelan dan deretan topeng Malangan yang terpajang rapi di depan pintu. Bangunannya sendiri berarsitektur kolonial, dengan dinding yang penuh tempelan foto kuno berupa bangunan, lansekap kota Malang tempo doeloe dan sejumlah tokoh perjuangan seperti Soekarno-Hatta. Aneka seni grafis jadul dipajang di sepanjang tembok restoran.
Koleksi benda-benda antik juga ada di mana-mana, dari telepon jadul, alat pemutar piringan hitam, mesin ketik, mesin jahit, hingga radio. Belum lagi poster-poster iklan jadul yang banyak jumlahnya dan beberapa di antaranya cukup menggelitik.
Para pelayan mengenakan pakaian khas Jawa, dengan kebaya, beskap, dan lilitan kain batik. Sebuah konsep yang menarik dari sebuah rumah makan. Lalu, bagaimana dengan menunya? Ya tentu saja, yang mereka sajikan adalah menu-menu tempoe doeloe. Ada nasi jagung, rawon buntut, aneka penyetan, ikan segar, dan ayam goreng/bakar, sate ayam, nasi goreng, dan sebagainya. Beberapa minuman tradisional seperti wedang ronde, jamu kebon agung, sinom, juga ada di sini. Yang saya sukai terutama sambal penyetannya. Dijamin bikin lahap dan meminta tambah lagi. Sambal pencit juga enak, pedas dengan sedikit asam. Sawi Oseng Ayam juga gurih dan segar. Porsinya cukup besar, bisa untuk tiga orang.
Bakso Presiden (Jl. Batanghari No. 5)
Oskab adalah pengucapan untuk makanan khas Malang yang artinya ‘bakso’. Orang Malang memang terkenal suka menggunakan boso walikan alias bahasa terbalik. Di Malang kita bisa menemukan bakso di mana-mana mulai kaki lima sampai mal. Namun Bakso President sangat tersohor karena kelezatan bakso dan keunikan lokasinya yang di pinggiran rel kereta. Sambil makan bakso kita bisa menikmati suara deru kereta api yang lewat, membuat suasana semakin menghentak. Pengalaman yang berbeda saat makan bakso.
Bakso President memang bukan restoran mewah, tetapi lebih seperti warung biasa. Letaknya juga tidak di pinggir jalan besar, melainkan masuk gang. Tepatnya di persimpangan besar Jl. Letjen Sutoyo, yang dulu dikenal dengan nama Mitra 2. Ini jalan utama kota Malang menuju ke arah Surabaya, namun letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota. Tak perlu khawatir, di ujung gang kita sudah melihat spanduk besar Bakso President. Nama Bakso President bukan karena ada Presiden yang pernah berkunjung atau menjadi favoritnya Presiden. Bakso ini diawali sejak tahun 1977 oleh Abah Sugito dengan berdagang bakso pikul keliling, lalu akhirnya berkembang menjadi warung bakso sederhana tepat di belakang Bioskop President. Walaupun pada dekade 90-an gedung bioskop sudah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan, bakso ini tetap dikenal sebagai Bakso President.
Bakso yang ditawarkan mulai bakso biasa, bakso urat, bakso telur, bakso bakar, bakso goreng, bakso udang. Masih ditambah lagi dengan pangsit kering/basah, siomay, ati ampela, tahu, lontong, dan mie. Bisa dibilang sangat beragam dan komplit pilihan menu Bakso President ini. Baksonya dijual per satuan dan per paket, seperti paket campur hemat atau campur spesial, tetapi lebih enak jika kita memilih sendiri sesuai kesukaan. Yang paling enak menurut lidah saya adalah bakso urat tulang muda. Sepertinya ini bakso urat terenak yang pernah saya nikmati.
Bakso President menyediakan dua tempat untuk menikmati sajian, di dalam ruangan dan di luar (sisi rel kereta). Bakso ini menjadi kesayangan banyak kalangan mulai dari yang pas-pasan sampai berdompet tebal karena harga baksonya yang bersahabat. Terbukti dari ramainya pajangan foto karyawan Bakso President ini dengan artis-artis ibukota.
Toko Oen (Jl. Jend. Basuki Rahmat No. 5)
Melihatnya dari luar saja, sudah jelas bahwa Toko Oen adalah bangunan sarat nostalgia. Toko yang bernama lengkap Oen Ice Cream Palace Pattisier ini memang mempunyai arsitektur yang sulit ditemui pada bangunan yang dibangun setelah era kemerdekaan. Bangunan putih dengan banyak jendela itu lengkap dengan ornamennya yang rumit serta dipadu warna hijau cerah. Penulisan nama Toko Oen di genteng pun khas zaman dulu.
Begitu memasuki ruangan, saya disambut spanduk yang cukup besar bertuliskan Welkom in Malang, Toko Oen Die Sinds 1930 Aan de Gasten Gezelligheid Geeft, yang artinya ‘Selamat Datang di Malang, Toko Oen Berdiri sejak 1930 untuk Memberikan Kenyamanan bagi Para Tamu’. Interiornya masih benar-benar khas tempo dulu. Kursi-kursi kayu pendek berwarna putih dan hijau dari jalinan rotan mungkin akan mengingatkan kita akan kursi milik oma-opa. Konon, dulu Toko Oen merupakan tempat favorit para petinggi setempat yang kala itu kebanyakan berkebangsaan Eropa. Karenanya, meskipun pemilik sebenarnya adalah seorang keturunan Cina, menu yang disediakan di Toko Oen semuanya berbau Eropa.
Di sudut lain toko ini, saya menemui bertoples-toples kue kering yang semuanya menggoda selera. Terlebih karena kue-kue kering ini dibuat dengan resep-resep kuno. Ya, resep yang digunakan di Toko Oen memang masih resep yang sama sejak pertama kali Toko Oen berdiri. Sederet dengan kue-kue ini, berjejer pula beragam permen serta penganan ringan yang tidak kalah lawasnya. Ada pula sebuah etalase yang memajang beberapa kue tart aneka bentuk. Bagi pecinta makanan manis, Toko Oen benar-benar menjadi menjadi mesin waktu untuk yang ingin kembali ke jaman baheula.
Begitu saya duduk, bapak pelayan akan menghampiri dan memberikan daftar menu. Bapak ini terlihat mencolok dengan pakaian serba putih lengkap dengan peci hitam. Beliau ini memang pelayan paling senior di Toko Oen. Tidak heran jika pakaiannya pun masih seragam jaman dulu.
Menu paling tersohor di Toko Oen, tentu saja es krim. Bahan-bahan dan cara pembuatannya masih sama seperti zaman Belanda dulu. Sekilas es krimnya tidak berbeda dengan es krim di tempat lain, hanya teksturnya yang membedakan, agak kasar. Akan
tetapi, semakin lama di lidah, makin terasa rasa susu dan telurnya. Bahan utama es krim adalah susu sapi asli dan telur ayam kampung. Pembuatannya tetap dengan resep yang telah diwariskan koki sebelumnya.
Untuk makananannya ada beberapa macam, di antaranya Uitsmijter yaitu dua potong roti, telur mata sapi, keju dan daging. Lalu Huzarensalade, salad dingin berisi daging sapi, acar, buah dan sayuran. Ada juga Rijsttafel, yakni nasi dengan banyak lauk-pauk, serta Bistik Lidah Sapi (Oxtongue Steak) yang menjadi signature dish dan harus dicoba. Campuran saus pada bistiknya memiliki kelezatan yang tak segera hilang di lidah. Selain makanan dan minuman, Toko Oen juga menjual suvenir menarik sebagai buah tangan, seperti kaus, peta, dan buku bertemakan Malang tempo dulu.
Soto Kambing (Jl. Vinolia)
Soto kambing pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan makan besar selamatan atau upacara desa di desa yang berada di lereng Gunung Arjuna. Karena dirasa enak dan punya banyak penggemar maka muncul beberapa pedagang yang mencoba berdagang soto kambing secara turun-temurun, bahkan ada yang sampai 3 generasi. Yang membedakan soto kambing Malangan dengan soto-soto yang lain adalah aroma kayu bakar yang digunakan untuk memasak, yang menimbulkan sensasi rasa dan aroma yang khas dan nikmat. Rasa yang khas itu bahkan terasa sampai ke kuah sotonya, sehingga akan menambah selera. Seporsi soto cuma Rp 6.000. Pilihan lauk pendampingnya ada babat, tulang muda, paru, sampai otak yang terasa manis-gurih.
Lokasi Soto Kambing di Malang ada di beberapa tempat, kebanyakan di daerah Dinoyo yang mengarah ke kota Batu. Ada yang membuka dagangan di derah Landungsari dekat Kampus III Unmuh, tengah sawah di daerah RRI Malang dan di Jalan Vinolia. Yang terakhir ini, walaupun tidak ada tulisan Soto Kambing, orang tahu bahwa warung ini jualan Soto Kambing. Hal ini bisa diidentifikasi dari pikulan dan kayu bakar pemanas tungkunya. Mencoba satu mangkok saja sepertinya belum cukup untuk merasakan gurih dan nikmatnya soto kambing. Tapi tentu saja perlu perlu hati-hati buat yang punya masalah kolesterol.(Jakarta,8/6/2015)
{jcomments on}