Pergerakan pasar properti dan perumahan mengalami tekanan hampir selama dua tahun terakhir ini. Memasuki tahun 2019 para pelaku pasar juga harus dihadapkan pada kondisi psikologis yang mengganggu di tengah konstelasi politik yang membuat pasar cenderung untuk wait and see untuk melakukan pembelian properti. Hal ini membuat pergerakan naik siklus pasar properti relatif menjadi tersendat.
Baca juga :
- RESINDA HOTEL KARAWANG, MANAGED BY PADMA HOTELS “SURGANYA” WISATAWAN BISNIS DI KARAWANG
- Gree Indonesia dan APITU Sepakati Kerjasama Saling Menguntungkan
Banyaknya anggapan bahwa tahun politik akan mengganggu perkembangan pasar properti ada benarnya juga. Namun di sisi lain yang perlu disadari bahwa investasi properti adalah investasi jangka panjang dan harga properti tidak akan menunggu Pemilu semata. Selain tahun politik, sebenarnya pasar properti masih dihadapkan terhadap kondisi dimana harga sudah terlalu tinggi dan membutuhkan keseimbangan baru sehingga meredam kenaikan harga-harga properti yang sudah masuk akal. Di beberapa lokasi masih terjadi koreksi harga dikarenakanya harga yang telah melambung pada periode 2009 – 2013.
Namun perlu dicermati, berdasarkan analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch penurunan penjualan justru lebih tinggi terjadi di segmen atas di atas Rp1 miliar. Sedangkan segmen di bawah itu terus mengalami peningkatan. Tingkat penjualan segmen harga rumah Rp150 – 300 jutaan sampai akhir tahun 2018 masih mendominasi pasar sebesar 35,4 persen, segmen harga Rp301 – 500 jutaan sebesar 29,1 persen. Sementara itu segmen harga rumah di bawah Rp150 jutaan sebesar 19,8 persen dan segmen harga Rp500 juta sampai Rp1 Miliar sebesar 11,1 persen sedangkan selebihnya merupakan segmen harga rumah di atas Rp1 miliar sebesar 4,6 persen.
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch mengatakan sebagian besar pengembang saat ini masih merasa pasar segmen atas lebih gurih dibandingkan dengan segmen menengah bahkan bawah. Namun kenyataannya dengan kondisi saat ini pasar segmen menengah bawah yang relatif tahan terhadap gejolak pasar yang ada saat ini. “Pasar segmen menengah dan bawah dengan kisaran di bawah Rp500 jutaan relatif tidak terlalu terpengaruh gejolak politik saat ini. Sedangkan di pasar menengah atas tetap merupakan pasar besar namun saat ini relatif tidak banyak melakukan aksi pembelian karena kondisi politik,” jelas Ali. Namun Ali juga tidak menampik bahwa tren pasar saat ini belum sepenuhnya menunjukkan tren kenaikan secara stabil, masih dimungkinkan terjadi perlambatan dan penurunan secara triwulanan.
Banyaknya pengembang yang terus membangun rumah menengah atas membuat pasar mengalami mismatch dimana secara umum pasar menengah bawah lebih besar, namun pasokan terus bertambah dan menyasar pasar segmen atas. Dalam kondisi saat ini Ali Tranghanda menghimbau agar para pengembang bisa lebih melakukan strategi ‘membumi’, karena sangat jelas pasar segmen menengah bawah sangat besar sedangkan pasokan relatif terbatas.
Hal ini juga diperkuat dengan data Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa tingkat penjualan rumah tapak untuk tipe di bawah 70 m2 terus mengalami peningkatan dibandingkan rumah tapak dengan luasan lebih besar dari 70 m2. Pada akhirnya yang menentukan pasar perumahan adalah pasar itu sendiri dengan terus bergeser ke pasar end user.
Kondisi-kondisi ini memaksa para pengembang untuk dapat memainkan strategi yang lebih mumpuni dengan pendekatan pasar yang baik. Menembus batas-batas pasar dengan inovasi dan kreatifitas untuk dapat bertahan dan tidak terempas dari persaingan pasar. Sementara itu di sisi lain, perkembangan zaman menuntut para pengembang untuk lebih melek teknologi dengan perkembangan era digital yang luar biasa pesat di tengah era revolusi 4.0 saat ini.
Para pelaku pasar yang terus melakukan peningkatan kemampuan dan nilai persaingan pastinya akan tetap menjaga eksistensinya dalam bisnis properti. Ketangguhan para pelaku pasar melewati semua hambatan ini ditengah perpaduan perkembangan teknologi digital akan diuji dalam sebuah proses penilaian yang independen, obyektif, dan terukur dalam GOLDEN PROPERTY AWARDS 2019 bertajuk BEYOND THE LIMITS.
Golden Property Awards (GPA) merupakan bentuk penghargaan tertinggi bagi para pelaku bisnis properti. Dan merupakan penghargaan properti satu-satunya yang melakukan penilaian dengan kriteria terukur berbasis riset dan survey. Penilaian dilakukan oleh Indonesia Property Watch berdasarkan kriteria IPW Standard Project Rating 1.1 sebagai lembaga konsultan dan riset properti yang sudah diakui ketajaman analisisnya.
Proses asesmen proyek akan diawali pada bulan Februari 2019 dengan melakukan screening dan survey proyek terhadap ratusan proyek yang akan diselesaikan dalam waktu 5 bulan. Para proyek yang ingin mendaftarkan proyeknya sesuai kategori dapat langsung mengakses www.goldenpropertyawards.com dan mendaftarkan proyeknya secara online. Diharapkan pada bulan November 2019 puncak acara seremonial dan penyerahan awards akan digelar.